Lihat ke Halaman Asli

Eta Rahayu

Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Muslim di Tanjung Benoa, Bali

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13793392821118539167

Perjalanan ke Bali seminggu yang lalu masih menyisakan kesan yang berbeda dari plesiran biasanya. Ada pemikiran bahwa menjadi kaum minoritas itu tidak menyenangkan tapi disisi lain sangat mengharukan ketika bertemu dengan sesamamu. Hari itu hari Rabu, 11 September 2013, ketika saya dan 3 orang kawan saya sepakat untuk mengunjungi Tanjung Benoa, tempat wisata yang sangat terkenal di Pulau Bali sebagai tempat snorkling, Jetski, Banana boat, seawalker dll.

Kami berangkat dari Denpasar pukul 10.00, sampai di Tanjung Benoa kira kira pukul 11.30-an, lantas kami mencari tempat dimana kami bisa salat dhuhur. Hari sebelumnya kami sempat frustasi saat mencari masjid, tapi hari itu kami diberitahu oleh seorang bapak guide bahwa ada masjid di Tanjung Benoa. Akhirnya ketemu juga setelah tanya sana sini. Namanya masjid Mujahidin.

Tadinya kami berfikir hanya akan ada kami yang menunaikan salat dhuhur di masjid ini. Ternyata salah besar. Di lantai 2 ada seorang laki laki yang sedang membaca alqur'an. Alhamdulillah. Setelah tau kami coba bersantai sejenak sebelum mengambil wudhu sambil menghitung detik perubahan waktu shalat antara Surabaya dan Bali.

Saat detik - detik menunggu waktu adzan itu, tiba tiba saja bangunan disamping masjid yang kami duga sebagai pura membunyikan irama lewat pengeras dengan bahasa India, kami sampai sekarang hanya menduga kalau irama tersebut adalah panggilan untuk menandakan sesuatu. Atau bisa jadi itu adalah puji-pujian untuk dewa mereka. Entahlah :) Selang beberapa saat irama tersebut diperdengarkan ke udara, adzan berkumandang dari lantai 2 masjid Mujahidin dan irama tersebut dimatikan. Saat itu kami hanya saling pandang, saya sendiri berfikir bahwa toleransinya luar biasa. :)

Belum sampai adzan tersebut selesai dikumandangkan, segerombolan laki-laki cilik 'ukuran SD' berlarian memasuki pagar, dan berdiri termangu sejenak saat mengetahui ada kami disana. Tapi tak berlangsung lama, mereka langsung berlarian ke lantai 2. Saya coba mengikuti gerak mereka lewat mata. Untuk apa anak-anak ini berlarian seperti itu. Oalah ambil sarung, seru saya kemudian saat beberapa dari mereka turun kembali mengambil sarung dan menuju ke tempat wudhu.

13793412341862628925

Hampir bersamaan dengan selesainya laki-laki cilik itu mengambil wudhu, ada segerombolan perempuan sebaya mereka yang memasuki pagar. Ada cekcok ramai antar kubu itu, entah apa yang mereka bicarakan, dialek mereka khas Bali. Tapi itu tak berlangsung lama, lelaki cilik itu memilih langsung naik, dan berganti para perempuan kecil itu yang wudhu. Saat melihatnya ada rasa bangga pada mereka. Bangga karena walau mereka menjadi kaum minoritas di daerah mereka tapi mereka dengan taat berlarian menuju masjid saat adzan berkumandang. Ada rasa iri juga :|

13793413641932839717

Saat selesai sholat kami sempat berbicara dengan mereka. Mereka masih polos-polos dan lucu-lucu. Ada yang heran kenapa kami membawa mukena sendiri padahal di masjid disediakan. Kami coba jelaskan karena kami ini sering berpindah-pindah sehingga membawa mukena sendiri lebih nyaman dan fleksible. Ada banyak hal yang kami bicarakan, termasuk juga apakah mereka dipersilahkan salat dhuhur saat sekolah masih berlangsung. Salah satu dari mereka menjelaskan kalau itu hanya saat hari rabu karena sekolah mereka masuk siang. Sebelum mereka kembali ke sekolahnya kami sematkan berfoto bersama.

1379341405224420784

1379341596407859368




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline