Lihat ke Halaman Asli

Eta Rahayu

Urban Planner | Pemerhati Kota | Content Writer | www.etarahayu.com

Unintegrated Rencana Zona Pelabuhan di Indonesia

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

140461248458457554

Tulisan ini sebenarnya tulisan lama. Draft yang tak kunjung disentuh lagi semenjak Desember 2013. Tapi gegara debat capres tadi malam, dimana salah satu dari mereka menyebut one map policy (selain KALPATARU tentunya, hahaha BYE), saya tergerak membukanya lagi, menulis lagi. Dikatakan bahwa one map policy diyakini mampu menyelesaikan sengketa konversi hutan, benarkah? Tulisan ini mungkin sedikit berbeda konteks, tetapi apa yang saya tulis ini nyata di kondisi eksisting beberapa kota, bahkan seharusnya mampu menjadi isu nasional. Boleh jadi, saya saya yang salah mereview karena tidak paham dan keterbatasan wawasan, tapi boleh jadi ini luput dari ego sektoral yang tak juga berfikir kolaborasi, integrasi. Who knows, saya mau tetap publish. #stuborn :D

Pelabuhan di Kanada

Akhir 2013 lalu, saya mendapat tugas untuk meng-critical review sebuah jurnal karya Patrick Yarnell yang menuliskan tentang ‘Port Administration And Integrated Coastal Management under the Canada Marine Act’. Poin penting dalam jurnal ini membahas tentang Canada Marine Act (CMA) dan Vancouver Port Corporation (VPC). CMA adalah undang-undang baru yang mempengaruhi struktur dan pengelolaan Pelabuhan Kanada. Sedangkan VPC merupakan pihak pengelola pelabuhan Vancouver yang menawarkan salah satu contoh otoritas pelabuhan dengan menyesuaikan gaya manajemen untuk mengakomodasi tekanan/kepentingan stakeholder secara menyeluruh.

Salah satu mekanisme guna menyeimbangkan pengambilan keputusan terkait pelabuhan ini adalah Burrard Inlet Environmental Action Program (BIEAP). Dimulai tahun 1991 yang didasarkan atas kekhawatiran kontaminasi. BIEAP merupakan kemitraan antara masyarakat Kanada, Departemen Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup British Columbia, pengurus lahan dan taman, Pemerintah Vancouver, dan VPC. Tujuan BIEAP adalah untuk mempromosikan keseimbangan antara lingkungan dan ekonomi di pelabuhan. Namun, seperti VPC, BIEAP dalam pengambilan keputusan tidak diamanatkan untuk mengatasi masalah akses publik ke pantai. Padahal jika diamati ketertarikan lokal sangat besar mengingat lokasi Burrard Inlet yang berdekatan dengan kawasan lainnya. Dimana masyarakat di sekitar Burrard Inlet memiliki kepentingan kelautan non-komersial, seperti rekreasi, memancing, akses publik, kualitas air, dan pelestarian habitat/lingkungannya. Jurnal yang menarik.

Dalam perjalanan itulah saya menerka-nerka, bertanya–tanya. Kalau di Indonesia seperti apa ya?

Pelabuhan di Indonesia

Ternyata, lain ladang lain belalang, berbeda dengan di Indonesia (ya iya si Ta, berharap apa coba?), pelabuhan-pelabuhan di Indonesia seperti 3 pelabuhan besar, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Perak di Surabaya dan Tanjung Emas di Semarang, pengelolaannya dibawah Pelindo 3 yang merupakan perusahaan milik negara atau BUMN. Pelindo 3 inilah VPC-nya Kanada. Pelabuhan (atau laut) hampir sama dengan hutan, banyak sekali kepentingan yang bermain di dalamnya. Sejujurnya saya juga heran kenapa kepentingan ini dimainkan di hutan dan di laut, kenapa tidak di darat saja, hehe. Saya tak perlu sebut kan siapa saja mereka yang berkepentingan, kita sama-sama cukup tahu. :D

RENCANA TATA RUANG

Iseng dong saya pengen tahu, dimalam-malam panjang menuju deadline pengumpulan #yeahmahasiswa, saya cari informasi di website masing-masing pelabuhan. Dan tebak apa yang saya dapat.

Saya dapat ini nih. Pelabuhan – pelabuhan tersebut memiliki rencana tata kawasannya tersendiri.

1404612581346101263


Before, i never think if this plan happen. you know this siteplan wasn't made by planning department like Bappeda, Bappeko, DCKTR and so on, not well Department of Marine maybe, but design by Dirjen Perhubungan Laut dibawahkementerian perhubungan. Piye coba? how come?

Di sisi lain, kita tentu pernah dengar RZWP? RZWP masih satu spesies dengan RTRW, RDTRK dan RTRK. Sama. Rencana Tata Ruang, tetapi untuk kawasan pesisir dan laut. Lengkapnya adalah RZWP3K, Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Rencana ini diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Pasal 7 ayat 3. Norma, standar, dan pedomannya diatur oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor PER. 16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil.

Peraturan tersebut belum diakselerasikan dengan peraturan lain, seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17/MEN/2008 juga dengan Ketentuan mengenai Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Tahun 2010, dan peraturan lainnya. Plus yang terbaru adalah UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Ini belum terhitung RTRK, RDTR, dan RTRW yang menaungi kawasan pesisir yang juga menjadi wilayah pelabuhan tersebut dan memiliki zonasinya masing-masing (sekalipun ketiga ini seharusnya sudah terselaraskan dengan baik). Kita bisa tebak apa yang terjadi, sudah pasti tumpang tindih kebijakan di wilayah yang sama. Memang secara zonasi berbeda tetapi coba saja kita overlay seluruh kebijakan tersebut, bukan tidak mungkin jika di lokasi yang sama tetapi peruntukannya berbeda.

Selain itu di Indonesia, belum terlihat mengakomodasi masalah sosial dan masalah lingkungan. Lebih ditekankan adalah akomodasi aliran barang dan pergerakan manusia yang menggunakan jasa laut/ kapal. Untungnya garis pantai Indonesia cukup panjang dan memungkinkan masyarakat mengeksplore lebih lanjut dalam hal rekreasi pantai, tak perlu berebut seperti di Kanada. Tapi, dalam hal pengelolaan pesisirnya saya setuju hal tersebut belum banyak diperhatikan oleh pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, orientasi terbesarnya masih pada profit dan rutinitas operasinya.

ONE MAP POLICY

Sebenarnya bukan rahasia lagi kalau tidak ada integrasi antar sektor di negeri ini. Untuk sekarang saya hanya mampu berkata yasudahlah toh di bilik-bilik ruang kini sudah ada beberapa orang membicarakan posisinya, membicarakan visi misinya, dan bukan tidak mungkin ini akan terjadi lagi, lagi dan lagi. *semoga tidak

Kasusnya miripkan? Cuma beda lapak, laut dan hutan. Saya berharap apa yang diungkapkan salah satu pasangan capres tersebut bisa diwujudkan apabila nanti terpilih. #catet Namun seperti keadaan pelabuhan saat ini, kebijakan ini tidak akan mudah diimplementasikan. Ada banyak kepentingan yang perlu diwadahi. Overlay akan sangat sulit untuk mendapatkan arahan kebijakan yang pas, tanpa menzolimi salah satu kepentingan.

Salam,
6 Juli 2014 pagi hari, di saat masih sempat tertawa membaca KALPATARU.

Halaman terkait:
1. http://jurnalmaritim.com/2014/4/1302/Zonasi-Laut-Dasar-Pemberian-Ijin-Pemanfaatan
2. Tanjung Emas http://www.tgemas.co.id/main/index.php
3. Tanjung Priok http://www.priokport.co.id/
4. Tanjung Perak http://perakport.co.id/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline