Lihat ke Halaman Asli

Tatan Tawami

Penulis Pemula

Segitiga Kania

Diperbarui: 21 September 2022   09:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

DELAPAN

Melihatmu…mengingatkanku pada mimpi-mimpi di masa lalu, menggebu, terlalu, dan kadang tanpa pemandu. Melihatmu…mengingatkanku akan janji yang tetap membisu, ragu, dan seringnya terpaku. Melihatmu...aku rindu namun ragu, seringnya seperti itu. 

 

Wawancara selesai dan hanya menjadi formalitas saja. Keduanya masih tertahan setelah obrolan formal ihwal pekerjaan. Reputasi Kania sebagai juru bahasa di Jakarta sudah mengatakan segalanya. Meski, ada kebingungan pada Jaka. Kantornya perlu orang-orang seperti Kania yang punya segudang pengalaman, namun bagaimana dampaknya kepada Jaka secara pribadi masih menjadi misteri. Di tengah diam Kania lantas membuka suara.

“Punya waktu untuk berbicara sekarang, Jaka? Jika tidak merepotkan.” Tanyanya yakin tanpa tanpa basa-basi.

“Iya, Insha Allah ngga merepotkan. Udah lama ga ketemu dan ngobrol juga” Jawab Jaka sedikit berpanjang lebar selain tidak ingin mengecewakan jika hanya menjawab singkat, namun memang karena dia juga ingin banyak bercerita meski entah tentang apa. “Ngobrolnya di Café sebelah kantor aja, yu. Menunya banyak menu kesukaan kita” Lanjut Jaka tanpa sadar membuka kisah lama.

“Emang ada makanan apa aja, A?” Tanya Kania memberanikan diri memanggil dengan panggilan yang biasa mereka sebut, Aa untuk Jaka dan Teteh untuk Kania, disertai tawa.

“Biasa, teh. Makanan tradisional yang hampir punah karena sudah tidak ada peminatnya selain lidah kita yang konvensional” Jawab Jaka dengan penekanan pada kata “teh” sebagai bukti bahwa Jaka tak pernah lupa itu semua. Selain itu, tentu saja untuk menyamakan frekuensi pikiran dan suasana agar tidak terjebak dalam kekakuan seperti di awal wawancara. Setelah memilih tempat duduk yang agak sepi agar tidak mengundang banyak keramaian dan memesan makanan serta minuman, mereka memulai obrolan. Jaka berinisiatif membuka percakapan.

“Gimana di Jakarta? Udah kerja buat NGO mana aja?”

“Jakarta, gitu aja panas. Dinamika kerjaan mah banyak kalo mau diceritain satu satu. Ngobrol yang lain aja ya” Jawab Kania menutup arah percakapan.

“Oke-oke, teh. Siap mau ngobrol apa pun” Timpal Jaka diiringi senyum lebar seperti mengiyakan keinginan Kania.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline