[caption caption="http://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2015/08/19/dsc00967-55d3f3f8b27a61b9110cbc5b.jpg?t=o&v=760"][/caption]
Ini bukan sulap bukan sihir. Namun kisah nyata. Sebuah pengalaman empiris di Kompasiana. Tanpa metode ilmiah. Tanpa rasa malu. Tanpa perlu aturan dan etika. Tanpa pakai tedeng aling-aling.
Selaku kompasianer yang jarang menulis beberapa hari ini libido menulis saya sangat tinggi. Mumpung sedang libur /cuti kerja maka saya tuntaskan sepuasnya membaca dan menulis, termasuk di Kompasiana. Kebetulan cuti tahun ini saya tidak berliburan ke pulau milik saya di Maladewa seperti biasa bersama dayang-dayang saya yang selalu loyal. Saya hanya Matibanul saja (makan tidur baca dan menulis).
Saat mulai menulis sungguh penderitaan yang luar biasa. Untuk membuat satu artikel saja butuh waktu lama. Tidak bisa sekali duduk. Beberapa kali draft filenya saya tinggalkan dulu untuk aktifitas lain.
Berjalannya waktu, perlahan-lahan semua jadi lebih lancar. Beberapa artikel berikutnya ditulis lebih cepat dibandingkan sebelumnya walau mungkin itu masih tergolong lama bila dibandingkan sejumlah Kompasianer yang sering tampil di Kompasiana.
Artikel yang tadinya sudah susah payah ditulis dan diposting di Kompasiana ternyata sepi pembaca. Jumlah hits nya sedikit, bahkan ada yang nol. Hal ini sempat membuat shok dan kecewa. Mau titip di lapak penulis lain masih sungkan. Sedikitnya perolehan hits itu sempat membuat semangat menulis jadi menurun.
Pada beberapa tulisan Kompasianer berisi tips perlunya syering en konekting agar mendapatkan hits. Dengan begitu kita dikenal Kompasianer lainnya. Tapi saya pikir cara itu butuh waktu lama. Sementara ada keinginan besar mendapatkan hasil cepat sembari melakukan syering en konekting. Saya kemudian mendapat ide cemerlang dan jitu (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H