Lihat ke Halaman Asli

Bertemu Jokowi, Hatta Rajasa Berdamai dengan Diri Sendiri

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1409660499193902166

[caption id="attachment_340734" align="aligncenter" width="544" caption="http://terompahku.files.wordpress.com/2013/04/harlistas1.jpg"][/caption]

Lama sudah Hatta Rajasa berkelahi dengan diri sendiri ketika kejujuran hati dia tekan untuk sebuah solidaritas yang menentang realitas di luar dirinya. Perkelahian itu tak membuatnya merasa menjadi pemenang walau dia punya kekuatan memenangkan solidaritas.

Lama sudah Hatta Rajasa berada dalam kurungan antara hati nurani dan akal sehat yang terlatih dengan hati yang picik dan akal yang sakit. Antara dirinya sebagai manusia sosial yang matang organisasi dengan keberbedaan perahu dan persaingan perlombaan.

Lama sudah Hatta Rajasa dibekap antara tujuan hidup pribadi yang tak sebanding dengan hakekat hidup sesungguhnya, yang sebenarnya dia pahami sejak lama.

Semua itu membuat seorang Hatta Rajasa selalu menjadi musuh - bukan terhadap orang lain atau para kompetitor di realitasnya - tapi pada diri sendiri sebagai pemaham hakekat hidup semesta. Sebuah kondisi yang tak mudah bagi pemilik panggung kekuasaan semu. Karena di sebelahnya ada panggung kemuliaan sebagai manusia sejati yang memanggil-mangggil dirinya siang dan malam hari.

Kompetisi dan persaingan berkuasa hanyalah sebuah sequen dari realitas diri dan kehidupan fana. Masih banyak sequen lain yang tersedia di perjalanan kehidupan indah ini. Tak mungkin harus berhenti pada satu titik sequen hanya untuk menghianati kehidupan indah yang penuh rasa kemanusiaan.

Begitulah seorang Hatta Rajasa berkelahi dengan diri sendiri beberapa waktu lalu di ring solidaritas semu.

Tak dia pungkiri Jokowi adalah realitas fana baginya. Jokowi adalah kompetitor yang pernah ‘menyakitinya’ diatas panggung kekuasaan. Jokowi adalah sebuah sequen di perjalanan dirinya.Tapi Jokowi juga adalah bagian dari sebuah kemanusian semesta, yang saat di kerumunan awam adalah sama dengan dirinya. Tak ada satu alasan tercanggih pun yang bisa meniadakan itu.

Kalau dengan seorang tukang becak saja bisa disapa dengan lembut untuk menanyakan apa kabar?sudah dapat berapa hari ini?bagaimana keluarga dirumah? Lalu, kenapa hal senada tidak dilakukan untuk seorang Jokowi yang sejatinya adalah teman di perjalanan kemarin?

Mengakui keberuntungan dan takdir Jokowi di panggung kemenangannya bukanlah sesuatu yang sulit, bukan sebuah kesalahan. Hanya arogansi dirilah yang menghambatnya,yang menjadikannya berkelahi dengan diri sendiri.

Hatta Rajasa sampai pada keputusan personal memuat hati nurani yang hakiki, untuk keluar dari dogma solidaritas semu. Kemudian dia menyambut kembali jalinan tali rasa kemanusian sebagai teman yang sempat tersendat. Di rumah Surya Paloh itulah dia nyatakan dengan lugas saat aura kemanusian terbangun bersama Jokowi, sang teman di perjalanan kemarin.Setelah itu, Hatta Rajasa pulang sebagai pemenang atas dirinya sendiri.

Proficiat untuk Hatta Rajasa, sejarah perjalanan akan mencatat dengan aksara indah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline