Kompasianer, jura dan menjura dalam khazanah kosakata bahasa Indonesia digolongkan ke dalam ragam arkais. Makna arkais adalah kata yang tidak lazim atau sudah jarang digunakan.
Kita mulai penelusuran dari Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerdarminta yang diolah kembali oleh Pusat Bahasa cetakan XIII pada tahun 1993. Dalam kamus tersebut dijelaskan,
- jura(h); menjura(h): membungkuk menunduk (dsb).
Beralih ke Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, cetakan ketiga tahun 2007, dijelaskan,
- jura, menjura: membungkuk dengan menangkupkan kedua tangan (dengan maksud menghormat),
- jura: zaman kedua dalam masa mesozoikum (antara 180 dan 185 juta tahun yang lalu).
Demikian pula dalam KBBI VI Daring, terdapat penjelasan yang sama,
- menjura: membungkuk dengan menangkupkan kedua tangan (dengan maksud menghormat),
- zaman kedua dalam masa Mesozoikum (antara 180 dan 185 juta tahun yang lalu).
Sejak KUBI sampai dengan KBBI VI Daring, kata menjura dikategorikan arkais alias sudah tidak banyak digunakan lagi. Walaupun demikian, akhir-akhir ini menjura justru banyak muncul kembali dalam kegiatan berbahasa.
Menjura kini banyak digunakan dalam karya sastra yaitu dalam cerpen, novel, dan puisi.
Berikut kutipan kalimat dalam Cerbung Merebut Desa-Bagian 4, karya Ahmad Afandi yang menampilkan kata menjura,
- Dimas menjura dan meminta maaf atas berlaku kurang sopan.
Berikutnya kutipan baris puisi Dari Takdir yang Tuhan Beri karya Itha Abimanyu,
- Embusan bayu membuat pepucuk randu menjura.
Dapat kita simpulkan, kata menjura digolongkan ke dalam kata arkais sejak Kamus Umum Bahasa Indonesia tahun 993 sampai dengan KBBI VI Daring. Walaupun demikian menjura saat ini masih bisa kita dapatkan dalam kegiatan berbahasa, terutama dalam karya sastra.
Referensi