Dalam kegiatan berbahasa, terutama bahasa tulisan, ungkapan No Gratifikasi, cukup sering kita dapatkan. Tidak hanya itu, ada pula No Korupsi dan No KKN.
Gratifikasi dalam KBBI VI Daring dijelaskan sebagai pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh.
Di dalam UU No. 20 Tahun 2001, Pasal 12 B, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Hal tersebut dikecualikan atau tidak berlaku jika penerima melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Dari definisi di atas, kita memahami gratifikasi merupakan tindakan tidak terpuji bahkan menjadi tindak pidana. Tidak salah jika kemudian sebelum kata gratifikasi disematkan kata No.
No di sini bermakna tidak, dipinjam dari bahasa Inggris. No merupakan variasi bentuk Not dalam bahasa Inggris. Kita saksikan juga ungkapan senada sepertiNo Korupsi dan No Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).
Persoalannya adalah dari sisi bahasa, No Grarifikasi merupakan gabungan kosakata dari dua bahasa yang berbeda yakni bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Apabila kita berbicara dari sisi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tentu penggunaan kata No Gratifikasi perlu dicermatkan.
Dari sisi penulisan, ungkapan asing yang ditulis dalam ragam resmi berbahasa Indonesia mesti ditulis miring. Dengan demikian, kata No dalam No Gratifikasi mesti dimiringkan.
Dari sisi pemaknaan, No gratifikasi juga berpotensi menimbulkan kesalahpahaman. Bagi anak-anak yang baru belajar membaca bisa saja memahami No sebagai bentuk pendek dari Nomor. Penggunaan kata No dalam bahasa Indonesia sebagai kependekan dari nomor sudah sangat familier.