Lihat ke Halaman Asli

Wawasan Kebhinekaan Global: Landasan Penting bagi Profesionalisme Guru dalam Menuju Pendidikan Inklusif

Diperbarui: 13 Januari 2024   20:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi PGSD 6 Bersama Instruktur

Program Studi Pendidikan Guru (PPG) Universitas Negeri Malang (UM) telah menggelar diklat bertema Wawasan Kebhinekaan Global (WKG) yang dilaksanakan pada 9-12 Januari 2024. Mahasiswa PPG Prajabatan Gelombang 1 Bidang Studi PGSD Kelas 06 mendapatkan jadwal kegiatan di hari Kamis, 11 Januari 2024. Wawasan Kebhinekaan Global merupakan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai kebhinekaan, toleransi, kerjasama lintas budaya, dan penghargaan terhadap perbedaan antar individu dan kelompok dalam konteks globalisasi. Wawasan Kebhinekaan Global juga mencakup pemahaman tentang peran pendidik dalam membentuk karakter kebhinekaan pada diri peserta didik menjadi manusia Indonesia yang memiliki akhlak dan pengetahuan global. Lebih dari sekedar formalitas, diklat Wawasan Kebhinekaan Global menginspirasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi keberagaman sebagai aset berharga di dunia pendidikan yang semakin kompleks dan terhubung secara global, sebuah perjalanan intelektual yang perlu dieksplorasi. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk memberikan wawasan yang lebih luas kepada calon guruprofesional mengenai keberagaman budaya dan globalisasi yang semakin berdampak pada dunia pendidikan. Selain itu, kegiatan WKG ini juga membantu mahasiswa dalam belajar mengenali dan mengatasi stereotip serta prasangka yang muncul terkait dengan keberagaman. Mahasiswa diajarkan untuk bersikap terbuka, toleransi, dan menghormati keunikan setiap individu. Adapun alur dari kegiatan WKG ini yaitu MARKA (Mulai dari diri, Aktivitas, Refleksi, Konsep dan Aplikasi).

Memasuki abad ke 21, interpretasi dalam hal keberagaman dan perkembangan global adalah dasar utama untuk pendidik di masa depan. Terdapat kunci sukses di abad 21 yang biasa disebut 4C, yakni  Creativity, Communication, Critical Thinking dan Collaboration. Pertama, sebagai pendidik harus kreatif  menemukan hal-hal baru agar tidak monoton. Kedua, pendidik haruslah dapat berkomunikasi dengan baik terhadap siswa maupun rekan kerja. Ketiga, pendidik harus berpikir kritis ketika menghadapi masalah dan memberikan solusi baru untuk memecahkan masalah. Terakhir, pendidik harus dapat berkolaborasi dengan rekan kerja dalam pembelajaran, saling berbagi dan melengkapi tanpa menggurui.

Menariknya dari kegiatan ini yaitu dilakukan dengan totalitas, tidak hanya melalui daring namun dilakukan secara luring yang bertempat di Gedung Kuliah Bersama A20 Universitas Negeri Malang. Kegiatan WKG ini dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan 17.30 WIB. Meskipun dengan waktu yang cukup lama, namun tidak terasa jenuh dan membosankan. Penyajian materi dikemas begitu menarik, pemaparan materi oleh instruktur dilakukan dengan menyenangkan, serta tidak membuat suasana tegang apalagi mengantuk. Kegiatan ini bukan berisi penyampaian materi saja, namun setiap topik yang dibahas memuat aktivitas atau permainan yang mampu membangkitkan pemahaman serta membangkitkan motivasi mahasiswa. Kegiatan ini menghadirkan 2 instruktur untuk setiap kelasnya. Untuk kelas PGSD 06 sendiri, instruktur yang dihadirkan yaitu Dr. Shirly Rizky K, M.Pd dan Dr. Puguh Darmawan, M.Pd. Kedua instruktur tersebut memaparkan materi yang dibagi ke dalam 5 topik. Sesi yang pertama dipandu oleh Dr. Shirly Rizky K, M. Pd. yang membahas topik 1 sampai dengan topik 3. Topik 1 membahas materi dengan tema "Dunia yang Berwarna", Topik 2 mengusung tema "Indonesia yang Harmoni", dan Topik 3 membahas materi dengan tema "Damai Dimulai dari Diri Sendiri". Sementara itu, sesi kedua dipandu oleh Dr. Puguh Darmawan, M. Pd. yang membahas topik 4 dan 5. Topik 4 bertemakan "Sekolahku Bhineka" dan Topik 5 bertemakan "Sekolahku yang Damai".

Pada topik 1, mahasiswa belajar mengenai fakta bahwa istilah "Pribumi" atau "Non Pribumi" kini tidak lagi tepat digunakan karena sejak dahulu kala, manusia bermigrasi untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Manusia yang lahir dari orang tua asli Indonesia pun bahkan tidak bisa mengklaim dirinya adalah ras asli Indonesia, karena bisa jadi ada DNA percampuran beberapa ras lain yang ada dalam dirinya. Tentu saja hal tersebut dapat dibuktikan melalui tes DNA yang menunjukkan bahwa ras pada setiap orangberbeda-beda karena adanya keturunan atau asal-usul nenek moyang yang kemungkinan besar berasal dari negara yang berbeda. Maka dari itu, kita tidak boleh lagi mendiskriminasi antara "Pribumi" dan "Non Pribumi" karena pada dasarnya Indonesia merupakan suatu kesatuan meskipun dari ras, suku, agama, budaya  yang berbeda-beda.

Pada topik 2, mahasiswa belajar bahwa Bangsa Indonesia dikenal dengan negara yang multi-etnis. Hal Ini mencakup keberadaan lebih dari satu kelompok etnis dengan kebudayaan, latar belakang, dan asal-usul yang berbeda. Keberagaman yang dimiliki seperti keragaman sosial, agama, budaya, dan etnis pada setiap masyarakatnya menggambarkan Identitas Bangsa Indonesia. Keragaman tersebut tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Dengan adanya keragaman tersebut tidak menjadikan Indonesia menjadi negara yang terpecah belah, namun menambah keeratan, kesatuan, serta toleransi pada masyarakatnya. Maka terciptalah semboyan nasional Indonesia yaitu "Bhineka Tunggal Ika" yang artinya berbeda-beda tetapi satu jua.

Kegiatan Diklat WKG ini juga membahas mengenai diri sendiri, tepatnya pada topik 3 yaitu "Damai Dimulai dari Diri". Pada topik ini, mahasiswa diajak untuk menyadari bahwa setiap manusia itu terlahir sangat istimewa dan memiliki keunikannya masing-masing. Kenyataannya standar di masyarakat membuat pribadi seseorang menjadi tidak mencintai diri sendiri, atau dalam bahasa kekinian disebut dengan insecure. Padahal, standar yang diciptakan masyarakat itu bukanlah satu patokan untuk kita. Standar orang lain itu berbeda-beda, tergantung pada keunikan yang dimiliki. Dr. Shirly Rizky K, M.Pd mengatakan bahwa "you deserved to be happy and waras". Terdengar kalimat yang sederhana, namun memiliki makna yang luar biasa. Oleh karena itu, menerima diri sendiri dengan cara mencintai diri sendiri dan tidak menghakimi diri sangat penting untuk dilakukan. Dengan mencintai diri sendiri, hidup akan lebih bahagia, dapat mengurangi stress, mengurangi rasa cemas, dan mengurangi depresi. Tampil apa adanya sesuai dengan keunikan yang dimiliki itu jauh lebih menyenangkan dari pada harus mengikuti standar orang lain.

Topik 4 dengan tema "Sekolahku yang Bhineka" membahas kebhinekaan di lingkungan sekolah. Dalam topik 4 ini,mahasiswa bermain peran dengan bertemakan keberagaman. Kegiatan bermain peran dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari 5 orang dengan peran dan karakter yang sudah ditentukan, misalnya terdapat karakter kepala sekolah yang plin plan, orang tua siswa yang kolot sehingga tidak bisa menerima perbedaan, guru yang kreatif namun terlalu sibuk dengan tugasnya, pihak yayasan yang birokratis dan adil, serta siswa yang eksploratif.  Setiap kelompok akan bermain peran dengan tema yang berbeda. Pada akhir kegiatan, mahasiswa akan melakukan diskusi dan refleksi bersama untuk mengetahui kekhawatiran yang muncul beserta dengan solusi yang bisa diambil berdasarkan kasus-kasus yang diangkat.

Kegiatan Bermain Peran, Dokumentasi PGSD 6

Pembahasan pada topik 4 ini juga menjelaskan dan mengajarkan implementasi toleransi mengenai keragaman di sekolah yaitu mengenai budaya kelas dengan manajemen kelas yang baik, metode dan bahan ajar yang sesuai, serta lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi peserta didik. Adanya kegiatan kebhinekaan untuk peserta didik dengan memberikan aktivitas serta program yang seru dan menyenangkan. Beberapa aktivitas yang seru dan menyenangkan bagi peserta didik di sekolah untuk meningkatkan kebhinekaan yaitu mengadakan lomba antar kelas yang bertujuan untuk meningkatkan toleransi, pameran seni dan budaya agar siswa lebih mengenal dan mempelajari budaya lain, dan kerja sama dengan sekolah lain yang berbeda agama.

Topik 5 dengan tema "Sekolahku yang Damai" tidak hanya berisi penyampaian materi saja, tetapi terdapat permainan yang menyenangkan yakni permainan papan "Sekolahku".  Pada permainan papan "Sekolahku", mahasiswa diharapkan dapat menentukan strategi untuk memperbanyak kapasitas dan memperkecil ancaman dan kerentanan dalam menghadapi permasalahan yang ada di sekolah. Melalui permainan ini, mahasiswa harus bisa saling bekerja sama untuk menciptakan lingkungan sekolah yang damai. Komponen-komponen yang dapat meningkatkan kapasitas perlu diperbanyak, sementara kerentanan dan ancaman perpecahan seperti perundungan, kekerasan seksual, dan diskriminasi harus diperkecil agar tetap tercipta sekolah yang damai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline