Kebijakan orde baru yang menetapkan tentang pers merupakan kebijakan politik pembangunan yang terletak pada Undang-Undang dan Peraturan Menteri yang preventif hingga represif. Dimulai dengan Ketetapan MPRS RI Nomor XXXII/MPRS/1966 pada awal Orde Baru. Tap MPRS RI Nomor XXXIII/MPRS/1966 mengatur tentang Pembinaan Pers Indonesia. Selanjutnya dibuatlah Undang-Undang yang mengatur tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers yaitu Undang-Undang Nomor 11 tahun 1966 yang merupakan hasil dari Ketetapan MPRS RI Nomor XXXII/MPRS/1966.Selama tahun 1973, pers semakin ditekan oleh politik pembangunan dengan strategi pertumbuhan berbagai implikasi sosial ekonomi ( Abar, 1995: halaman 193) . Dalam hal ini, mahasiswa juga ikut turun tangan memprotes tentang penerapan pemerintahan orde baru. Aksi mahasiswa terjadi di kota besar seperti Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta kepada asisten pribadi dari presiden. Hal ini menjadi klimaks dari pers dan protes mahasiswa terutama dengan adanya pemerintah bereaksi dengan cara mengeluarkan tangan besi, mencekik baik para demonstrasi maupun surat kabar yang bersimpati terhadap mereka. Terjadi pembredelan 12 surat kabar dengan pencabutan surat Izin cetak (SIC) hal ini menjadi puncak dari tekanan Orde Baru. Sariyatun (2016 halaman 2-3)
Pembredelan terjadi mulai pada tahun 1970 an karena pemberitaan pers yang dianggap terlalu kritis tentang ketidakpuasan para mahasiswa terhadap sistem pemerintahan. Pada tahun 1980 an, Pembredelan kembali terjadi karena kesewenangan Departemen Penerangan dalam mengatur pers. Melalui SIUPP, Penerangan memiliki kekuasaan dalam mencabut surat Izin usaha penerbitan pers. Pada saat itu, pers dianggap telah mengganggu kestabilan pemerintahan penerapan Perbedaan yang terjadi begitu bertentangan dengan Undang-undang Ketentuan Pers yang melarang sensor dan pembredelan. Pembredelan terjadi lagi pada tahun 1990 an dimana pada saat itu tabloid Detik, majalah Monitor, majalah Tempo, dan majalah Editor dibredel karena dianggap telah mengganggu ketertiban nasional. Pembredelan terjadi karena adanya pemberitaan MISS SARA dan persoalan pemerintah yang sering menjadi pusat perhatian masyarakat.
Pembredelan pers yang terjadi menyimpan kesan dan pengaturan pemerintah politik Indonesia pada saat itu. Dampak politik yang terjadi pada masa orde baru yaitu gugatan terhadap Menpan dimana pada saat itu menjabat sebagai presiden baru dalam dunia pers. Dampak sosial Pembredelan pers di akibatnya karena adanya demonstrasi akibat kecewa dari masyarakat. Dampak yang terjadi dari Pembredelan pers terjadinya komersialisasi dan depolitas pers. Hal ini membuat kegunaan pers terhadap pemerintah membuat pers menjadi ketergantungan dengan pasar. Karena Pembredelan yang terjadi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pers membuat hubungan dari kedua belah pihak menjadi semakin menjauh. Akibatnya, terjadinya krisis informasi, teror terhadap pers, penangkapan, pembunuhan, dan ancaman lainnya yang dilakukan pemerintah. Sariyatun (2018; halaman 7-14). Pers pada Masa orde baru menjadi sejarah yang sangat berkesan untuk Indonesia karena terjadinya pemberendalan yang dilakukan pemerintah terhadap pers. Otoriter yang ditetapkan oleh pemerintah pada saat itu dengan membersihkan pers dengan berbagai alasan yang melibatkan tentang ketertiban negara. Sehingga membuat hubungan pers dan pemerintah menjadi menjauh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H