Politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo menunjukkan perubahan yang signifikan. Salah satu fokus utama adalah memperkuat hubungan bilateral dengan Amerika Serikat (AS), khususnya di bidang ekonomi.
Dalam konteks global yang semakin kompleks, kerjasama ekonomi menjadi pilar penting. Hal ini sangat relevan mengingat tantangan yang dihadapi oleh Indonesia, seperti dampak pandemi COVID-19 dan isu perubahan iklim.
Pendekatan yang diambil Jokowi mencerminkan prinsip-prinsip liberalisme. Liberalisme menekankan pentingnya kerja sama antarnegara untuk mencapai perdamaian dan kemakmuran bersama.
Hubungan Indonesia-AS merupakan contoh nyata dari saling ketergantungan yang saling menguntungkan. AS adalah salah satu pasar utama bagi ekspor Indonesia, termasuk produk agrikultur, tekstil, dan minyak sawit.
Sebaliknya, Indonesia menjadi tujuan strategis bagi investasi perusahaan-perusahaan AS. Hal ini terutama terlihat di sektor teknologi dan energi, di mana kolaborasi dapat menghasilkan manfaat bagi kedua belah pihak.
Investasi dari AS telah berkontribusi besar dalam mendukung transformasi digital di Indonesia. Perusahaan seperti Google dan Amazon telah mempercepat adopsi teknologi digital di berbagai sektor, mulai dari pendidikan hingga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Transformasi digital ini juga membuka akses layanan keuangan melalui teknologi finansial. Dengan demikian, masyarakat di wilayah terpencil dapat lebih mudah mengakses layanan keuangan.
Dalam menghadapi perubahan iklim, kemitraan Indonesia-AS juga berfokus pada energi terbarukan. Proyek energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin tidak hanya mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru.
Kerja sama dalam bidang perdagangan juga menjadi pilar penting stabilitas ekonomi. Indonesia secara konsisten mengekspor komoditas unggulan, sementara AS menyediakan barang-barang teknologi tinggi yang meningkatkan daya saing industri Indonesia.
Namun, meski banyak keuntungan, tantangan juga muncul dalam hubungan bilateral ini. Salah satunya adalah ketidakseimbangan perdagangan yang sering menjadi isu sensitif.
Surplus perdagangan Indonesia terhadap AS kadang-kadang menjadi sorotan. AS menuntut Indonesia untuk mengurangi hambatan perdagangan dan membuka akses bagi produk-produk AS di pasar domestik.