Lihat ke Halaman Asli

Tasya Alifah

Mahasiswi

Paradigma Realisme dalam Hubungan Internasional

Diperbarui: 10 April 2020   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam setiap cabang ilmu pengetahuan pastinya memiliki sebuah paradigma yang digunakan untuk memandang suatu fenomena atau persoalan, baik yang di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Sama halnya dengan Hubungan Internasional yang memiliki sebuah paradigma yang digunakan untuk melihat fenomena-fenomena yang ada didalam Hubungan Internasional itu sendiri.

Didalam Hubungan Internasional terdapat tiga paradigma yaitu Idealisme, Realisme, dan Behavioralisme yang mana dari ketiga paradigma tersebut seringkali digunakan untuk mengamati fenomena atau persoalan di dunia internasional. Dari awal perkembangan yang dimulai pada masa Perang Dunia I dan Perang Dunia II hingga masa Perang Dingin, hubungan internasional telah menjadi sebuah disiplin ilmu yang tidak dapat luput dari ketiga paradigma tersebut. Apa itu paradigma?

Paradigma adalah cara orang melihat diri mereka sendiri dan lingkungan yang akan mempengaruhi pemikiran (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep,  nilai-nilai, dan praktik yang diterapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya disiplin intelektual. Menurut George Ritzer (1980), paradigma adalah pandangan mendasar ilmuan tentang apa materi pelajaran harus dipelajari oleh cabang atau disiplin, dan apa aturan yng harus diikuti dalam menafsirkan informasi yang akan dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam menanggapi isu-isu ini.

Dalam artikel akan lebih memfokuskan pada pembahasan tentang Realisme. Pemikiran awal yang ditawarkan oleh paradigma realisme ini memiliki tiga prinsip yaitu yang pertama adalah negara merupakan aktor terpenting dalam hubungan intenasional. Kedua, terdapat perbedaan yang tajam antara politik dalam negeri dengan politik internasional. Ketiga, titik tekan perhatian kajian hubungan internasinal adalah mengenai kekuatan dan perdamaian. Karya yang dinilai fundamental dalam membangun paradigma realis ini adalah Politics Among Nations oleh Morgenthau dan The Twenty Years Crisis oelh E.H. Carr.

Realisme adalah sebuah tradisi teoritik yang mendominasi dalam studi hubungan internasional selama masa Perang Dingin.  Pendekatan teoritik ini menggambarkan sebuah  hubungan internasional sebagai suatu pergulatan yang memperebutkan kekuasaan diantara negara-negara, yang mana dari masing-masing negara tersebut mengejar kepentingan nasionalnya sendiri dan umumnya pesimistik mengenai prospek upaya dalam penghapusan konflik dan perang.

Realisme dapat mendominasi masa Perang Dingin karena gagasan tersebut bisa memberi penjelasan yang sederhana tetapi cukup untuk meyakinkan mengenai perang, aliansi, imperialisme, hambatan terhadap kerjasama, dan berbagai fenomena internasional, dan dikarenakan penekanannya akan kompetisi pada masa itu sama dengan sifat pokok persaingan yang terjadi diantara AS-Uni Soviet (US).

Pemikiran Realis telah bannyak berubah semasa Perang Dingin. Realis "klasik" seperti Hans Morgenthau dan Reihold Niebuhr yang yakin bahwa, seperti halnya makhluk soaial (manusia), setiap negara memiliki keinginan naluriah untuk mendominasi negara-negara lain, sehingga membuat mereka berperang. Morgenthau juga menekankan peran penting dari sistem perimbangan kekuatan multi-polar klasik dan memandang sistem bipolar yang memungkinkan persaingan sengit antara Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai sistem yang sangat berbahaya.

Pada awal tahun 1950-an muncul pemikiran yang mengkritik cara pandang realisme. Kritik tersebut menitikberatkan pada masalah kepentingan nasional serta penempatan negara yang dijadikan sebagai aktor utama dalam hubungan internasional. Pertama, paradigma realis memandang bahwa kepentingan nasional adalah sebuah elemen kunci yang membimbing para pengambil kebijakan suatu negara untuk mengambil keputusan atau tindakan terhadap negara lain.

Kedua, paradigma realis memandang bahwa negara sebagai organisasi yang hidup, berperan, dan bertindak secara rasional, serta tindakan-tindakannya berdasarkan kepentingan yang dirumuskan secara rasional. Kedua bagian ini di kritisi seperti dibawah ini :

One of the first major attempts to develop a systematic decision making approach to the study of international politics was made in the early 1950s by Richard C.Synder and his colleagues. The focus of international relations research should be on the actions, reactions, and interactions of states. For him, the state is specially its decision makers, amd state  action is the action taken by those acting in the name of state.

Referensi :
https://www.gurupendidikan.co.id/paradigma/
http://greatmind-riyani.blogspot.com/2017/11/paradigma-hubungan-internasional.html?m=1

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline