Kecemasan akan berlanjutnya gelombang PHK dan sulitnya mencari pekerjaan lagi-lagi menghantui angkatan kerja. Bagaimana tidak, PHK masih dianggap usaha untuk menjaga pengusaha agar tidak merugi di tengah ancaman resesi. Selain itu, ada pula yang tidak mampu menghadapi serbuan produk impor, juga perlambatan ekonomi negara tujuan ekspor. Selain itu faktor kemajuan AI juga tengah berpengaruh, yakni mengganti pekerja dengan kecerdasan buatan.
Perusahaan survei Resume Builder memperkirakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal diperkirakan akan terjadi pada tahun 2024. Ini didapatkan berdasarkan tanggapan lebih dari 900 perusahaan pada bulan Desember 2023 (cnbcindonesia.com, 29-12-2023).
Tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dinilai sudah tidak "sehat" resmi dibubarkan oleh pemerintah di penghujung tahun 2023. Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri BUMN mengatakan alasan pemerintah membubarkan ke tujuh perusahaan pelat merah tersebut karena perkembangan bisnisnya tidak berjalan dengan baik.
Lebih lanjut ia menuturkan bahwa akan memastikan para karyawan ketujuh BUMN yang dibubarkan itu akan mendapatkan hak mereka dan diprioritaskan. Mereka akan mendapatkan kompensasi dari penjualan aset perusahaan (voaindonesia.com, 29-12-2023).
Mengutip catatan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), sejak awal tahun 2023, setidaknya sekitar 7.200 buruh telah menjadi korban PHK. 700-an orang diantaranya terkena PHK karena pabrik tutup ( cnbcindonesia.com, 28-12-2023).
Ke Mana Peran Negara?
Bila kita telisik lebih lanjut, alasan perusahaan yang akhirnya menempuh jalan PHK karena alasan resesi adalah guna meminimalis kerugian. Jelas hal ini terjadi karena perusahaan berdiri untuk meraup untung. Jika permintaan sudah menurun, pesanan sepi, perusahaan tidak lagi bisa berproduksi, tidak ada pemasukan, padahal mereka harus membayar karyawan. Maka, cara paling efektif adalah melakukan PHK. Pengusaha juga akan lebih mengutamakan keselamatan perusahaannya dan tidak peduli lagi bagaimana nasib karyawan ke depannya.
Serbuan barang-batang impor yang datang menawarkan harga yang jauh lebih murah ke pasar dalam negeri juga membuktikan bahwa pasar domestik kini tengah dikuasai kapitalis. Perdagangan bebas baik legal maupun ilegal mengakibatkan bagang impor mudah masuk dengan harga yang jauh lebih murah. Mayoritas penduduk dengan penghasilan menengah ke bawah akhirnya dikuasai menjadi target pasarnya yang lebih melirik barang yang lebih murah meski berasal dari luar negeri.
Dari berbagai faktor yang mengakibatkan maraknya PHK ternyata ada faktor yang tak kalah penting, yaitu peran negara. Negara tidak memainkan perannya dengan baik dan benar sebagai pelindung rakyat, yang salah satunya adalah menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai.
Berbagai kebijakan yang ditelurkan pemerintah pun justru menyulitkan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan. Diantaranya adalah pengelolaan SDA yang justru diberikan kepada asing. Hal ini mengakibatkan berkurangnya peluang terbukanya lapangan pekerjaan bagi rakyat.
SDA yang justru diprivatisasi, mengakibatkan negara tak mampu berbuat banyak. Privatisasi SDA ini telah merenggut peran negara yang semestinya menjadi pelayan rakyat, menjadi regulator kepanjangan tangan kepentingan para kapitalis.Para kapital ini pada akhirnya dengan mudah menentukan siapa yang harus mereka pekerjakan, tak jarang mereka mendatangkan pekerja dari negaranya sendiri. Serbuan tenaga kerja asing datang, rakyat pun hanya bisa gigit jari. Kalaupun ada rakyat lokal yang mendapatkan pekerjaan, itu hanya sebagian kecil saja.