Lihat ke Halaman Asli

Taslim Batubara

Pembelajar Seumur Hidup

Sang Habib Aneh Pencinta Sepakbola

Diperbarui: 1 Mei 2020   14:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: Geotimes.com

Habib yang satu ini memang terbilang aneh plus unik. Dia rela berjalan kaki berpuluh-puluh kilometer hanya untuk menyaksikan klub sepakbola dan bintang kesayangannya manggung. Selain itu, dia rela menghabiskan malam istirahatnya terbuang demi menyaksikan sepakbola dilayarkaca. Namun sialnya lagi, anak, menantu, dan cucunya harus siap memiliki jadwal ronda secara bergantian, hanya demi menemani sang Habib menonton pertandingan sepakbola. Karena kebiasaannya itu, sang Habib selalu dibilang aneh dan terkadang nyeleneh karena memiliki kebiasaan yang tidak seperti keturunan Nabi lainnya.

Prof. Dr. Quraish Shihab. Membahas mufasir besar Indonesia ini tak ada habis-habisnya. Berbagai macam kontroversi selalu melekat kepada tokoh yang satu ini, seperti polemik tentang Sunni-Syiah, hukum jilbab, bahkan sampai kebiasannya yang sangat hobi menonton sepakbola.

Habib yang satu ini memang memiliki dua dunia yang sangat berbeda. Kesannya yang sangat serius ketika berada di layar kaca dengan labelnya sebagai Ahli tafsir lulusan Al-Azhar membuatnya terkesan kaku dan serius. Namun ketika ditelusuri, sang Habib memiliki sisi-sisi humor dan unik, bahkan terkadang sebagian orang beranggapan dia bukan seorang mufasir lulusan kampus bergengsi dunia seperti Al-Azhar.

Dalam bukunya berjudul Cahaya Cinta dan Canda, M.Quraish Shihab, beliau menuturkan "ketika bersekolah di Mesir, beliau dan adiknya Alwi Shihab pernah berjalan kaki berpuluh-puluh kilometer hanya untuk menyaksikan Leonardo de Caprio, bintang klub real madrid pada saat itu tampil di Mesir dalam lawatan mereka ke Afrika".

Selain itu, kecintaannya kepada sepakbola, membuatnya bersama dengan pelajar-pelajar Indonesia lainnya mendirikan sebuah klub sepakbola bernama Bu'uts yang bisa menyalurkan bakat dan hobi mereka. Dari klub ini pula sang Habib kelak bertemu dengan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) dan KH. Abdulah Syukri Zarkasy, putra pendiri ponpes Modern Gontor.

Sebagai seorang mahasiswa cerdas yang memiliki sisi intelektual yang cakap dan bahkan terkadang sampai dianggap kutu buku oleh sebagian teman semasa kuliahnya. Banyak orang yang tak menyangka bahwa Quraish adalah pecandu sepakbola yang luar biasa. Kesukaannya tersebut bahkan sampai terwarisi kepada Najela Shihab, putri sulung Quraish dan Fatwamaty. Ela sapaan akrab Najela mengatakan, ia rela sampai terkantuk-kantuk menemani sang ayah begadang demi menonton Real Madrid sebagai tim favorit Quraish, bahkan kemudian Ela pun mengidolakan tim yang sama. 

Kebiasaan menonton sepakbola sampai larut malam tersebut, diakui Quraish masih terus dilakukannya sampai sekarang. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, ia masih tetap memiliki sebuah kecintaan yang mendalam kepada sepakbola. Apalagi ketika piala dunia akan berlangsung, pesta sepakbola empat tahunan tersebut menjadi sebuah agenda wajib bagi Quraish dan keluarga untuk bergantian menonton negara-negara favorit mereka bertanding. Dalam keseruan menonton tim-tim favorit berlaga, mereka terkadang saling cela dan ejek ketika tim yang mereka dukung berlaga.

Quraish Shihab, merupakan sosok cendikiawan muslim yang sempurna. Sebagai seorang yang memiliki darah keturunan Nabi, yang di Indonesia sering di panggil Habib, membuatnya tak melulu merasa ingin dipanggil dengan sebutan tersebut. Sebagai seorang mufasir dan Doktor lulusan Al-Azhar Mesir, juga tidak membuatnya membanggakan statusnya tersebut. Kesederhaan barangkali sudah menjadi sifat lahiriah Quraish. Di mata keluarga dan juga teman-teman di kantornya, Quraish merupakan sosok teman, ayah, kakek, dan ulama yang santun. Ia selalu menekankan kepada siapapun agar tidak pernah menyombongkan keturunan, jabatan, dan yang lainnya.

Sebagai anak yang sedari kecil sudah ditanamkan sifat mandiri dan bekerja keras, membuat Quraish selalu sederhana dan bersahaja. Di usianya yang baru berumur 14 tahun, dia dan adiknya Alwi Shihab yang saat itu berumur 12 tahun, sudah merantau ke Mesir untuk menimba ilmu. Di usianya yang sangat muda itu, Quraish sudah berada jauh dari orang tuanya yang berada di Makassar, Sulawesi Selatan. Namun tekad dan semangatnya yang sangat gigih dalam mencari ilmu, membuatnya tak takut untuk berada jauh di negeri orang.

Sebagai anak, terkadang Quraish merindukan sosok kedua orang tuanya, terutama ibunya yang biasa dipanggil Emma' olehnya. Ketika sedih merundung, Quraish selalu ingat pesan Abanya, "jangan pulang sebelum Doktor", kalimat itu yang selalu menjadi pelecut semangatnya dalam belajar.

Sekarang, dengan semua kesuksesan yang sudah berhasil ditorehkannya, baik dalam segi akademik maupun berbagai jabatan yang pernah diamanahkan kepadanya, tetap saja membuat Quraish sebagai sosok Habib dan ulama yang sederhana dan santun. Keinginannya untuk membumikan Al-Qur'an di Indonesia pelan-pelan mulai menemukan titik terang. Selesainya karya fenomenalnya berjudul Tafsir Al-Misbah yang terdiri dari 15 jilid merupakan sebuah hal luar biasa yang dihasilkannya. Selain itu, dengan berdirinya Pusat Studi Al-Qur'an (PSQ), yang menjadi sebuah tempat dalam membentuk kader-kader ahli tafsir, membuat keinginan Qurasih semakin menjadi kenyataan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline