Beberapa waktu yang lalu, Gus Miftah seorang pendakwah asal Yogyakarta yang terkenal anti-mainstream sedang ramai diperbincangkan di sosial media. Sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang berdakwah serta mengajak bersalawat para pemandu karaoke yang memakai pakaian seksi viral. Aksinya tersebut yang ia unggah di akun instagram miliknya, menuai pro-kontra di kalangan masyarakat. Ada sebagian yang setuju namun tidak sedikit pula yang menolak dakwahnya tersebut.
Cara dakwah yang dilakukan Gus Miftah itu dianggap tidak wajar, karena lokasi dakwahnya adalah sebuah klub malam di Bali yang dianggap sebagian masyarakat tidak pantas untuk berdakwah. Di kalangan masyarakat muslim Indonesia, terdapat beberapa istilah untuk menyebut pendakwah seperti da'i, ustadz, ulama, dan kyai. Kemudian muncul pertanyaan, kenapa sih Gus Miftah berani melakukan dakwah di tempat seperti itu? Apa tujuan sebenarnya. Lantas apa hakikat dakwah menurut agama Islam?
Secara etimologi dalam bahasa Arab, dakwah diartikan mengajak, menyeru, atau mengundang. Secara istilah, dakwah adalah ajakan atau seruan kepada sebuah kebaikan dan larangan terhadap sebuah kejahatan yang disampaikan oleh para pendakwah kepada masyarakat. Menurut Quraish Shihab, dakwah adalah ajakan kepada kebaikan atau keinsyafan sehingga mengubah sesuatu yang buruk menjadi lebih baik dan sempurna.
Rasulullah SAW mencontohkan bagaimana cara berdakwah yang baik. Rasulullah mulai berdakwah ketika turun perintah dari Allah yang termaktub dalam QS. Al-Muddatstsir 1-4, yang artinya sebagai berikut:
"Hai orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu, agungkanlah! Dan Pakaianmu, bersihkanlah!".
Ketika ayat ini turun, Rasulullah diperintahkan untuk berdakwah secara diam-diam. Rumah Al Arqam bin Abil Arqam dijadikan sebagai pusat dakwah Rasulullah. Di awal dakwahnya ini, Rasulullah memakai metode kelembutan serta kasih sayang. Terbukti dengan metode seperti itu, Rasulullah berhasil mengislamkan keluarga dan sahabat terdekatnya.
Dakwah Bukan Sekadar Atribut
Masyarakat muslim di Indonesia pada umumnya menganggap atribut dakwah itu harus berjubah, memakai sorban, membawa tasbih dan lainnya. Konstruksi pola pikir masyarakat yang demikian sudah ada sejak lama. Maklum saja, ketika kita melihat foto ulama-ulama terdahulu, pasti hampir semua di antara mereka menggunakan jubah serta sorban. Pemikiran seperti itu masih terbawa sampai sekarang.
Belakangan ini, ada beberapa pendakwah yang berhasil mengubah pola pikir masyarakat tentang atribut dakwah tersebut, di antaranya adalah ustadz Hannan Attaki dan ustadz Muzammil Hasballah. Ustadz Hannan Attaki seorang pendakwah alumnus Universitas Al-Azhar serta founder Gerakan Pemuda Hijrah berhasil mendapat tempat di hati anak muda Indonesia. Dengan ciri khas pakaiannya dan konten ceramahnya yang ramah dengan gaya komunikasi anak gaul. Selain itu, Ustadz Muzammil Hasballah juga menerapkan konsep yang sama. Alumnus Teknik Arsitekur ITB ini terkenal karena gaya berpakaian dan suaranya yang merdu. Mereka berdua merupakan pendakwah yang berhasil mengubah pola pikir masyarakat tentang atribut dalam berdakwah yang lebih fleksibel. Dengan pakaian khas anak muda seperti baju kemeja lengan panjang, syal, serta topi kupluk, mereka berhasil menggaet kalangan anak-anak muda di Indonesia yang saat ini lebih dikenal dengan istilah "generasi milenial".
Bolehkah Berdakwah di Mana Saja ?
Pada dasarnya, dakwah adalah mengajak orang lain untuk berbuat kebajikan serta meninggalkan keburukan. Ruang lingkup dakwah sendiri tidak bisa dikecilkan menjadi hanya boleh dilakukan ketika di masjid, mimbar, ataupun pesantren. Apalagi pada era perkembangan teknologi yang sangat luar biasa seperti saat ini. Setiap orang di mana saja dan kapan saja bisa menjadi seorang pendakwah.