Lihat ke Halaman Asli

Taslim Batubara

Pembelajar Seumur Hidup

Relevansi Pemikiran Syeikh Nawawi Al-Bantani terhadap Gagasan Islam Nusantara

Diperbarui: 19 Februari 2019   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti yang kita ketahui, corak keislaman di Indonesia pada umumnya beragam, ada yang fundamental, moderat, bahkan ada beberapa kelompok yang dipengaruhi sinkretisme yang menjadi tradisi. 

Sinkretisme identik dengan praktik yang dianggap oleh mayoritas penganut Islam sebagai praktik Bid'ah, Takahyul, dan Khurafat. Sinkretisme yang dimaksud adalah mengaitkan segala sesuatu dengan hal-hal yang berbau mistik dalam praktik keagamaan. 

Di Banten, praktik-praktik demikian merupakan hal yang umum dilakukan oleh penganut agama Islam sebelum zaman Walisongo menyebarkan Islam di Nusantara.

Salah satu dari Sembilan Wali yang diyakini menyebarkan Islam di Jawa adalah Syarif Hidayatullah atau dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati aktif menyebarkan Islam di Banten pada abad ke-16 yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Raja Pajajaran bernama Prabu Siliwangi. 

Banten berhasil direbut oleh aliansi pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono dan pasukan Kerajaan Cirebon di bawah pimpinan Sunan Gunung Jati dan anaknya, Maulana Hasanuddin. 

Setelah itu, kehidupan masyarakat dalam bidang agama, pendidikan, dan pemerintahan mulai dibenahi oleh pemerintahan yang baru yaitu Kesultanan Banten.

Kesultanan Banten di bawah pemerintahan Sultan Maulana Hasanudin mulai menghapuskan praktik-praktik sinkretisme. Tiga abad setelahnya, Kesultanan Banten dikuasai oleh kolonial Belanda. 

Pemerintah kolonial Belanda, mengontrol hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Banten waktu itu, termasuk kehidupan beragama masyarakat Banten.

Di saat Banten sudah dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda, kehidupan beragama pada saat itu dikontrol dan dibatasi pergerakannya, sebab pemerintah menaruh kecurigaan terhadap ulama-ulama yang menyebarkan Islam yang dikhawatirkan nantinya bisa menimbulkan gerakan perlawanan anti-pemerintah. 

Umat Islam di Banten saat itu juga terpolarisasi menjadi dua: pengikut Sunan Gunung Jati dan pengikut sinkretisme yang menolak kehadiran Islam. Golongan yang mengikuti dakwah Sunan Gunung Jati mayoritas terdapat di dekat pusat pemerintahan Kesultanan Banten dan golongan yang menolak kehadiran Islam berada lebih ke daerah pedalaman, tepatnya di bagian Selatan atau yang lebih dikenal dengan Suku Badui.

Gaya dakwah Sunan Gunung Jati yang terkenal lugas dan memahami kultur budaya setempat, membuat banyak rakyat Banten yang mengikutinya. Korelasi tersebut sejalan dengan ciri khas dakwah Islam Nusantara, yaitu tetap berpegang teguh dengan Syariat namun bisa beriringan dengan budaya dan kebiasaan masyarakat di Nusantara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline