Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), bisa memiliki rumah mungkin hanya sebatas mimpi. Harganya itu lho yang bikin frustasi. Semakin ke sini, harganya semakin membumbung tinggi. Sementara penghasilan stagnan tergerus inflasi.
Tingginya harga rumah memicu terjadinya ketimpangan di tengah masyarakat. Rumah layak huni dengan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang memadai seolah hanya pantas dinikmati oleh mereka yang berpenghasilan tinggi.
Padahal memiliki tempat tinggal dan lingkungan hidup yang layak adalah hak seluruh warga negara tanpa terkecuali. UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga Negara memiliki hak untuk dapat hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Valuasi tanah yang terus meningkat adalah hambatan terbesar dalam pengembangan perumahan untuk MBR. Hal ini memicu terjadinya backlog perumahan dimana jumlah kebutuhan akan rumah lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah rumah yang tersedia.
Mengutip Kompas, berdasarkan data Kementerian PUPR, jumlah backlog kepemilikan rumah sebanyak 12,7 juta. Terdiri dari 10 juta atau 79 persen berada di perkotaan, dan 2,7 juta atau 21 persen di pedesaan.
Pemerintah berupaya mengatasi faktor yang kerap menghambat pembangunan perumahan. Satu diantaranya adalah spekulan tanah yang kerap memanfaatkan tanah sebagai objek spekulasi demi keuntungan pribadi atau korporasi.
Ihtiar pemerintah dalam mengatasi masalah pertanahan yang dibutuhkan untuk pembangunan adalah dengan mendirikan Badan Bank Tanah. Badan khusus yang dibentuk dipenghujung tahun 2021 ini diharapkan mampu menghambat gerak spekulan tanah, mengatasi backlog perumahan bagi MBR, dan mampu mengelola aset tanah yang dikuasainya secara adil dan berkelanjutan demi kesejahteraan rakyat.
Badan Bank Tanah
Badan Bank Tanah atau disebut juga Bank Tanah adalah kepingan puzzle yang selama ini dibutuhkan dalam tata kelola pertanahan di Indonesia. Negara Indonesia yang memiliki tanah yang luas membutuhkan satu badan khusus yang bertugas sebagai land manager.
Selama ini dikenal istilah tanah negara, tapi dalam prakteknya negara tidak dapat mengendalikan tanah tersebut. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), selama ini hanya bertindak sebagai regulator dan administrator pertanahan.