Lihat ke Halaman Asli

Taslim Buldani

Pustakawan di Hiswara Bunjamin Tandjung

Mengenal BI sebagai Penjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Diperbarui: 26 Juni 2019   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Youtube

Tahun 1998 Indonesia pernah terjerumus dalam kubangan krisis ekonomi hebat. Tidak hanya meluluhlantakkan pondasi perekonomian nasional, krisis melebar menjadi krisis sosial dan politik. 

Krisis sebenarnya bermulai dari Thailand. Kegagalan pemerintah Thailand dalam menstabilakn gejolak nilai tukar Baht terhadap dollar Amerika Serikat menjadi cikal bakal terjadinya krisis di negara Asia lain. 

Investor yang semula menaruh harapan besar terhadap pertumbuhan ekonomi Asia, menarik uang dan menjual asetnya yang berada di kawasan Asia termasuk Indonesia.

Nilai 1 USD yang pada 1997 berada pada kisaran Rp2.000 melonjak hingga menembus angka Rp16.000 pada Juni 1998. Akibatnya, banyak perusahaan yang memiliki utang luar negeri bertenor pendek yang tidak dilindungi gejolak nilai tukar mengalami kerugian dan bangkrut. PHK pun tak terelakan.

Banyak bank yang ditutup pemerintah karena dinilai tidak sehat. Antrian masyarakat yang mengular untuk menarik uang di mesin ATM atau kantor bank yang masih beroperasi menjadi pemandangan sehari-hari. Industri perbankan hancur lebur dibuatnya.

Seolah tak mau ketinggalan, harga kebutuhan pokok turut melonjak tajam. Naiknya harga barang dan jasa terekam dalam catatan tingkat inflasi yang naik tajam hingga menyentuh angka 77.60% (1998). Tahun 1997 angka inflasi tercatat hanya 11.10%.

Kerusuhan dan penjarahan terjadi di Jakarta dan sekitarnya yang mengakibatkan kerugian harta benda dan jiwa. Puncaknya Presiden Soeharto terpaksa lengser dari jabatanya setelah berkuasa selama 32 tahun.

Kenapa dan Bagaimana Krisis Bisa Terjadi?

Krisis antara lain disebabkan oleh adanya risiko sistemik. Risiko sistemik yang terjadi di satu negara bisa menjalar ke negara lain. Kegagalan suatu bank bisa berimbas ke bank lain.

Secara teori terjadinya risiko sistemik disebabkan oleh bertemunya Shock (gangguan) dan Vulnerability (kerentanan).

Dalam krisis moneter 1998, yang menjadi shock atau gangguan adalah peningkatan volatilitas nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan kaburnya investor asing. Sedangkan Vulnerability atau kerentanannya adalah dalam bentuk tingginya jumlah utang luar negeri korporasi bertenor pendek yang tidak dilindungi gejolak nilai tukar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline