Lihat ke Halaman Asli

Sungai Airmata

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sungai-sungai berairkan airmata mengalir deras diduniaku , serta memercikan darah-darah tak berdosa pada  diwajahnya,

Kutatap wajah bumi, dan kulihat  kemunafikan akan selalu menampakkan  warna aslinya,walaupun ujung-ujung jemarinya disapu warna pelangi,

Perbudakkan  tetaplah perbudakkan dalam berbagai keragaman bentuknya,walaupun ia menamakan dirinya kebebasan.

Barat tidak lebih tinggi dari Timur,Timur juga tak lebih tinggi dari Barat,  Kudapati peradaban yang dibangun ini peradaban tanpa jiwa,  Makmur akan materi namun masyarakatnya  miskin makanan jiwa,

Aku dapati masyarakatku hidup berbangsa-bangsa dan bersuku-suku,tapi  aku menemui diriku bagai orang asing ditengah komunitas mereka, aku tidaklah menjadi warga negri manapun, Semesta adalah negriku dan umat manusia adalah suku bangsaku.

Jika kehadiranku didunia membuatku harus membunuh sesama,maka kematian terasa lebih manis untukku,  Disini aku hidup, dan tak seorangpun yang dapat mengusirku- dari tempat tinggalku,dan aku akan tetap hidup- sekalipun didalam kematian.

Aku datang untuk hidup dalam keagungan cinta dan kasih sayang, kutitipkan salam untukmu “kedamaian” walaupun engkau tenggelam dalam airmata penindasan.

www.duniasastra.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline