Lihat ke Halaman Asli

TARYONO

Menempuh jalan sunyi kerinduan

Corona dan Kerinduan Teologis

Diperbarui: 11 Agustus 2020   18:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri


Mengeluh, bingung, mengecam dan menghujat menjadi bunga-bunga media sosial beberapa bulan terakhir ini akibat dari datangnya makhluk kecil kasat mata semi-ghoib bernama covid-19 alias virus corona. 

Anak-anak pelajar dan mahasiswa terpaksa belajar dirumah dengan tugas berjibun dari guru dan dosen. Orang tua khususnya para Ibu harus berjibaku melawan kebiasaan yang juga harus mendampingi anak-anaknya belajar, mengerjakan tugas sekolah, mengajar ngaji tapi juga tetap harus belanja, memasak, bersih-bersih rumah, mencuci pakaian hingga merapikan jemuran, belum lagi ada Ibu-ibu yang masih harus bekerja baik kerja off line maupun online.

Saya sendiri tak mampu membayangkan betapa sibuknya istri saya mengurus dua anak kecil dan mengurus rumah sendirian. Sementara saya tak bisa pulang karena akses angkutan udara dan laut dari dan ke Papua ditutup total sudah hampir dua bulan ini. Sementara kerja tidak maksimal karena keterbatasan akses imbas dari pembatasan sosial. 

Sungguh saya benar-benar punya seorang istri yang "SUPER WONDER WOMEN". Mengerjakan semua urusan rumah, menjadi guru untuk anak-anak dan juga masih bekerja menjahit dan jualan.

Pantaslah Kanjeng Nabi Muhammad SAW secara eksplisit memerintahkan umatnya untuk menempatkan seorang perempuan "ibu" tiga kali lebih mulia dari pada ayah. Bahkan saking mulianya seorang wanita, Allah Ta'ala menempatkan syurga dibawah telapak kakinya.

Dalam ilmu ma'rifat ada yang menyebutkan bahwa ibu adalah wakil Gusti di dunia ini. Jika kita ingin hidup mulia, maka muliakanlah Ibu-mu, istri-mu, dalam makna lebih luas muliakanlah perempuan.

Selain berimbas pada persoalan sekolah, covid-19 juga berimbas pada masalah ibadah. Lihatlah, masjid-masjid jadi sepi tanpa jama'ah sholat termasuk sholat jum'at. Biasanya saat Ramadhan masjid begitu ramai dan meriah dengan segudang kegiatan hingga bulan syawal tiba. 

Numun tahun ini nampak Ramadhan tak semeriah tahun-tahun kemarin. Akan tetapi apakah dengan tanpa masjid lantas melunturkan esensi dari puasa ramadhan atau kemudian karena kita tidak sholat jum'at lebih dari tiga kali kemudian kita bisa disebut kafir? Atau saat sholat di rumah kemudian Allah SWT hanya memberi kita pahala 1 derajat saja?

Kemudian yang setiap Ramadhan biasa berangkat umrah ke Baitullah karena tahun ini tidak bisa ke Baitullah kemudian hilang kemulaiannya di hadapan Allah Subhanahu wata'ala?

Justru covid-19 ini adalah rencana dan atas kehendak Allah Ta'ala turun ke bumi manusia agar setiap manusia kembali kepada hakikat manusia yang sesungguhnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline