Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Mengejar Bonus Demografi 2020

Diperbarui: 4 Maret 2017   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jokowi dodo. antara foto/andika wahyu

Selama 47 tahun Raja Arab tidak mengunjungi Indonesia. Nah, apakah dalam rentang selama 47 tahun ini, tidak ada inisiatif presiden-presiden Indonesia untuk menjalin kerjasama bisnis dengan negara destinasi religius Islam ini? Ataukah sebaliknya Arab Saudi sendiri tidak tertarik dengan Indonesia?

Meskipun Raja Salman menyatakan “Indonesia adalah saudara kami” namun selama ini Arab Saudi ibarat sahabat yang bisu terhadap Indonesia. Ya, Arab Saudi merasa jumawa atas Indonesia karena ke sanalah jutaan rakyat dunia dan indonesia berjiarah.

Arab Saudi adalah negara pusat ritual agama Islam. Pasti posisi istimewanya sebagai pusat kebudayaan dan religiusitas ini mendukung perekonomian Arab Saudi juga. Kontribusi umat muslim seluruh dunia membantu pula perekonomian negara raja minyak dunia ini. Indonesia sebagai negara dengan populasi islam terbesar jelas ikut memberi kontribusi yang signifikan bagi perekonomian negeri Mekah ini.

Bagaimana sumbangan Arab untuk Indonesia? Arab sempat membatasi kuota Haji Indonesia, kurban Crane juga belum kunjung di beri bantuan. Lantas sebutan “saudara” itu hanyalah saudara seiman semata. Dalam bidang kerja sama ekonomi dan perdagangan, istilah saudara itu kurang bermakna. Maka saya melihat, sebutan saudara dari Raja Salman pada kunjungan kali ini adalah bahasa politik atau diplomatis saja-namun sebuah awal yang manis untuk hubungan bilateral Indonesia-Arab.

Secara kultural, Arab Saudi tetap merasa diri sebagai negara yang hebat dari Indonesia. Hegemoni Arab Saudi melalui agama dan budaya juga semakin mengokohkan superioritasnya. Ya, Indonesia terkena sindrom arabisasi sampai ke sum-sum dan bahkan arabisasi ini dilakukan secara sistematis oleh intelektual-religius Indonesia yang malas mencari menginkulturasikan islam dengan kebudayaan nusantara.

Bentuk arabisasi sistemik ini nampak cukup tajam dalam bidang bahasa. Jutaan lema kata serapan Bahasa Indonesia diserap dari Arab Saudi. Bahkan mode pakaian dan sebagainya juga banyak yang terkena imbas dari Arabisasi. Itu berarti secara kultural Arab Saudi telah berinvestasi dan menguasai Indonesia.

Tidak salah bila kita menyebut nusantara ini berjubah jasirah Saudi. Nah hegemoni kultural seperti inilah yang menjadi pintu masuk Presiden Jokowi untuk merajut jalinan persahabatan yang semakin erat, dari sahabat religius menjadi sahabat bisnis dengan Negeri Raja minyak dunia ini. Jokowi secara diplomatik ingin Arab Saudi berperan lebih untuk Indonesia, tidak hanya dalam bidang agama saja. Persaudaraan bisnis ini merupakan hal yang baru dalam relasi Indonesia dan Arab Saudi. Ini terbukti terbukti dari baru ditekennya kontrak kerjasama antara kedua negara.

Memang tidak bisa ditampik, Arab Saudi sebagai negara kaya minyak sangat berpengaruh pada perekonomian dunia dan Indonesia khususnya. Contohnya, ketika konflik Arab dengan Israel, Saudi memprivatisasi perusahan minyak menjadi 148$ AS per barel. Privatisasi ini membuat bangsa-bangsa lain tersengal-sengal karena harga minyak yang menjulang tinggi.

Karena energi alternatif belum banyak dikembangkan maka ketergantungan Indonesia pada minyak juga sangat tinggi. Karena itu, Indonesia tetap bergantung pada suplay minyak Arab Saudi. Di sinilah juga salah satu alasan strategis kenapa Indonesia menjalin kerjasama dengan Arab Saudi.

Nah, terjalinnya kerjasama strategis Arab Saudi-Indonesia ini tidak lepas dari peran lobi politik luar negeri Presiden Jokowi. Jokowi menyambangi negeri ladang minyak ini dua tahun lalu dan ternyata kunjungannya efektif. Pilihan Jokowi menjalin kerjasama dengan Arab Saudi juga memang pilihan yang tidak keliru. Negara kaya di daratan Timur Tengah itu perlu diundang berinvestasi ke Indonesia.

Untuk Arab sendiri relasi ini membantu mereka agar motor penggerak perekonomian mereka tidak melulu bergantung pada hasil minyak dan kultus religius, melainkan berinvestasi ke negara lain. Untuk Indonesia kerja sama dengan Arab ini berdampak positif dari ranah religius sampai perekonomian. Indonesia perlu banyak Investor untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan, agar bonus demokrasi di tahun 2020 menjadi peluang yang positif mendongkrak kemajuan Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline