Lihat ke Halaman Asli

"Account Suspended @Kompasiana Diburu Densus 88"

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1409649415268173779

[caption id="attachment_322019" align="aligncenter" width="300" caption="Foto dari: sosok.kompasiana.com (cari via google)"][/caption]

(Opini oleh: Tarjo Binangun).

Ada beberapa member dari Kompasiana ini yang pernah saya lihat lapak-nya di beri stempel "ACCOUNT SUSPENDED", bukankah itu  berarti Account tersebut tamat? Dan berdasar pengamatan yang tidak mendalam, "kebanyakan" ciri pemilik Account-nya adalah:
- Baru (terbanyak)
- Namanya tidak jelas alias bukan nama umumnya yang layak
- Tidak memakai Profil Picture, kalau toh ada pastinya bukan PP-nya
- Tidak punya artikel, kalau toh punya, biasanya adalah artikel yang sifatnya "Tembak Lari", alias artikel yang tidak peduli apa tanggapan pembacanya, karena memang isi artikelnya se-enak-nya sendiri tak peduli mau nabrak siapapun, jadi tanggapan-tanggapan pembacanya tidak pernah di tanggapi, cenderung provokatif, berbau SARA, dan tidak sopan karena isinya memaki pihak lain, kasar.

Penyebab mendapat stempel ACCOUNT SUSPENDED karena:
- Memberi tanggapan-tanggapan artikel orang lain dengan kasar, SARA, mencaci-maki, layaknya orang kalap yang sangat temperamental. Tidak bisa membayangkan punya teman seperti itu, jangan-jangan bibit unggul teroris, mengerikan. Dan Account abal-abal itu biasanya banyak muncul menjelang hajatan besar seperti Pilkada terlebih Pilpres yang baru lalu.

Member yang mendapat Suspended itu pastilah sangat menjengelkan member lain yang pernah disambanginya dengan tanggapan-tanggapan sarkastis, lalu dilaporkan ke Admin Kompasiana dimana kemudian stempel tersebut dibubuhkan berikut sanksi-nya. Walau sebetulnya bisa di "remove", tapi kalau sudah terkait dengan tanggapan pembaca lain, alias punya turunan(root) tentu kalau di remove akan menghilangkan semua dari satu root dibawah tanggapan tersebut.

Lalu bagaimana cara mengurangi member "sampah" tersebut untuk Kompasiana? Sepertinya memang tidak mudah, pertimbangannya tentu sangat banyak, karena ada juga member dengan nama samaran tapi termasuk member positif, begitu juga dengan PP yang menarik walau bukan tentang dirinya sendiri.

Jadi kalau untuk mencegah member sampah memang hampir mustahil, tapi kalau mau "merangsang" member positif dengan tujuan meminimalisir tumbuhnya member sampah, begini pendapat saya:

Di Kompasiana, setiap kita publish Artikel baru, otomatis Artikel tersebut akan tampil di kelompok TULISAN TERBARU dan juga ada dikelompok sesuai Post Rubric pilihan waktu WRITE A POST, lalu oleh Admin "kalau beruntung" Artikel tersebut akan ditempatkan  dibawah kelompok INDEX HEADLINE - HIGHLIGHT - TRENDING ARTICLES, dan ada juga kelompok FEATURED ARTICLE tapi bukan untuk Artikel baru.

Pengelompokan tersebutlah yang bisa dimainkan oleh pengelola Kompasiana demi kebaikan, "misalnya lho ya": Kalau Artikelnya mendapat predikat HL maka panulis Artikel tersebut mendapat hadiah uang senilai Rp.100.000,- dan semacam itu terserah bagaimana Kompasiana akan memberi besaran-besaran nilai dibawah penempatan kelompok lainnya juga atas Artikel tersebut. Terus yang terpenting adalah, hadiah uang tersebut akan di transfer ke Rekening Bank Penulis Artikel dengan syarat nama pemilik rekening HARUS SAMA dengan nama member di Kompasiana sebagai tempat penulis menulis Artikelnya. Mengenai besaran hadiah terserah bagaimana mengaturnya, kalau misal hadiahnya tidak sampai 100 ribu untuk kelompok lain, bisa saja dikumpulkan dulu, dan akan di transfer setelah mencapai minimal sejumlah itu.

Begitu wacana saya, mohon maaf kalau sangat lucu dan tidak masuk akal. Terimakasih kepada Kompasiana, tempat saya banyak membaca artikel-artikel menarik oleh banyak dari penulis-penulis hebat yang banyak diantaranya dibaca oleh ribuan pembaca juga mendapat VOTE bintang sangat banyak, walau lucunya banyak dari mereka yang terburu-buru memberi Vote sendiri Aktual/Inspiratif/Bermanfaat/Menarik atas artikelnya, dan saya tak paham dasar pemikiran kenapa itu bisa terjadi? Ampun. (Selesai)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline