Lihat ke Halaman Asli

Anekdot di Bulan Ramadhan

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya punya anekdot seperti ini. Tidurnya orang puasa adalah berpahala. Daripada  tidak tidur malah berbuat maksiat. Sekarang
pertanyaan selanjutnya “Menurut kalian diam termasuk hal yang membatalkan puasa
apa tidak?” Pastilah jawaban kalian semua adalah tidak. Tetapi menurut penulis
adalah batal. Lho kok bisa? Kata diam di atas belum sampai titik alias masih
ada lanjutannya. Adapun lanjutannya adalah “diam-diam makan.” Jadi ini yang
bisa membatalkan puasa.

Eh kita jadi teringat dengan
perintah puasa ketika memasuki bulan Ramadhan. Seharusnya kalau kita sudah
merasa beriman kepada Allah SWT hal-hal seperti cerita di atas tidak perlu
dilakukan. Alias seperti anekdot di atas.
Kita semua mengerjakan perintah puasa untuk menjadikan diri kita menjadi
manusia pilihan.

Dibawah ini ada sebuah cerita
seorang santri pilihan yang pernah saya dengar dari beberapa ustad yang saya
ketahui. Ceritanya bisa menjadi inspirasi untuk melakukan ibadah secara
sungguh-sungguh dan menjadi manusia pilihan.

Di sebuah pesantren ada banyak
santri yang mencari ilmu kepada ustad atau guru. Dari empat puluh santri yang ada
hanya Fulan yang menjadi murid kesayangan guru. Hal inilah yang membuat
murid-murid yang lain menjadi iri kepadanya.

Suatu saat ketika ada
pertemuan akbar ada yang bertanya kepada guru.

“Ya guru, Kita sama-sama
belajar dan mencari ilmu kepada guru. Kenapa kelihatannya guru lebih mencintai
dan menyayangi si Fulan dibandingkan dengan murid guru yang lain. Apa
alasannya?

“Baiklah murid-murid sekalian.
Saya mempunyai alasan kenapa saya lebih mencintai dan menyayanginya. Sekarang
begini saja. Dibelakang ada empatpuluh ekor bebek. Coba kamu potong ditempat
yang kira-kira tidak diketahui.”

Seluruh murid berlarian
mengambil bebek yang ada dibelakang rumah guru. Masing-masing mengambil satu
dan disembelih ditempat yang sepi. Ada yang di hutan, ada yang di gua dan ada
yang dipantai.

Ketika dirasa cukup sang guru
kemudian mengumpulkan kembali murid-muridnya. Satu persatu sang murid ditanya
dimana mereka menyembelih bebeknya. Hampir semua bebek yang dibawa sudah dalam
keadaan tersembelih. Sekarang tinggal si Fulan yang membawa bebeknya masih utuh
belum tersembelih. Seluruh murid tertuju kepada si Fulan.

“Hai Fulan, Kenapa bebek yang
kau bawa tidak kau sembelih?” Tanya sang Guru.

“Maaf sang guru. Guru tadi
bilang kan tolong disembelih yang kira kira tidak ada yang melihat. Sudah saya
kunjungi beberapa tempat, di mana saja Allah melihat saya. Jadi saya tidak bisa
menyembelih ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline