Masalah klasik yang dihadapi produk hasil kehutanan seperti bangunan dan perabot rumah tangga yang terbuat dari kayu adalah kerusakan oleh rayap. Makanan utama rayap adalah kayu atau bahan yang terutama terdiri atas selulosa. Mereka mampu melumatkan dan menyerap selulosa sehingga sebagian besar ekskremen hanya tinggal lignin saja (Tarumingkeng, 2001).
Serangan rayap pada bangunan secara ekonomis cukup besar dampaknya. Tercatat bahwa kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia telah mencapai angka 1,67 trilyun rupiah. Dari total populasi rumah yang ada, ternyata 12,5%-nya dari perumahan yang ada terindikasi telah mengalami kerusakan akibat serangan rayap. Dengan angka kerusakan rata-rata mencapai 70% dari total kayu yang digunakan pada bangunan tersebut (Pribadi 2009, 313-320).
Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Al-Qur'an, mengisahkan tentang tongkat Nabi Sulaiman yang dimakan rayap, "Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan." (Saba:14)
Pengendalian rayap dengan bahan kimia sudah lama dilakukan, namun dampak penggunaan bahan kimia juga dapat menyebabkan kematian organisme bukan sasaran (Oramahi, dkk 2014). Salah satu contoh pengendalian rayap yang tidak ramah lingkungan merupakan penggunaan timbal.
Timbal merupakan senyawa yang toksisitasnya sangat tinggi 2 sehingga tidak baik bagi tubuh manusia. Keadaan tersebut memaksa para peneliti untuk mencari jenis insektisida alternatif yang aman bagi organisme bukan sasaran dan tidak merusak lingkungan (Hadi, 2008). Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan asap cair. Asap cair merupakan hasil kondensat uap yang diperoleh dari proses pirolisis dengan menggunakan suhu yang tinggi.
Dimana komponen senyawa yang terkandung akan berbeda-beda tergantung pada bahan dasar dan suhu yang digunakan pada proses pirolisis (Magfirah, 2018). Komponen kayu sebagai bahan bakar produksi asap cair terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Oramahi, dkk 2018).
Asap cair banyak digunakan pada berbagai bidang, seperti pada pengawetan makanan (Magfirah, 2018), juga dapat digunakan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dan jamur, dan pengendali rayap.
Asap cair yang diperoleh dari pirolisis serbuk kayu (mebel) mengandung komponen kimia yang sangat kompleks, antara lain asam asetat, pirazin, siklopentanon, furanmetanol, 2-metil-2siklopenten-1-on, fenol, 2metilfenol, asam benzoat, 2-metoksifenol. 2-metoksi-4metilfenol, dan 2,6- dimetoksifenol.
Oleh karena itu asap cair dapat berfungsi sebagai antijamur, antibakteri, dan antirayap (Oramahi, dkk 2014). Jerami padi merupakan bahan lignoselulosa yang tersedia dalam jumlah besar dan belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia.
Jerami padi merupakan limbah pertanian terbesar di Indonesia, produksinya mencapai 12-15 ton/ha/panen bervariasi tergantung pada lokasi dan varietas padi yang ditanam. Dalam 1 tahunnya kurang lebih 5 juta ton jerami yang dihasilkan (BPS, 2006).
Sejauh ini pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak baru mencapai 31-39%, untuk keperluan industri sekitar 7-16%, sedangkan sisanya digunakan sebagai pupuk atau dibakar.