Kampung Yoboi adalah satu kampung yang terletak di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Dikenal sebagai kampung wisata dan pada thun 2020 Kampung Yoboi menempati peringkat ke-4 Desa Wisata di Indonesia dari 1831 desa seluruh Indonesia.
Terletak di tengah Danau Sentani yang menampilkan keindahan alam danau dan pegunungan yang mengelilingi, juga warna warni kampung yang ceria menjadi daya tarik dari kampung ini.
Perahu sampan menjadi alat transportasi utama masyarakat dalam mobilitas. Kampung Yoboi juga memiliki hutan sagu alami dan pada tahun 2020 mulai dikelola untuk dijadikan salah satu destinasi wisata di Kampung Yoboi. Masyarakat Kampung Yoboi memenuhi kebutuhan sehari hari dengan mencari ikan di danau dan hasil penjualan sagu.
Uniknya di Kampung Yoboi setiap rumah memiliki halaman kecil yang digunakan menanam tanaman sayur untuk konsumsi pribadi. Lahan tanam dibuat dengan memanfaatkan limbah kulit pohon sagu yang keras dan lebar.
Media tanam meggunakan tanah yang telah tercampur dengan sisa pohon sagu yang membusuk. Limbah sagu yang membusuk ini menggantikan pupuk kimia yang biasa digunakan dalam menanam tanaman sayur.
Tekstur tanah yang telah tercampur limbah sagu memiliki warna hitam yang lebih pekat dan lebih berserat. Limbah sagu disebut masyarakat kampung sebagai pupuk sagu alami. Pupuk sagu didapat dari ampas sagu yang dibiarkan di tanah selama hampir 2 minggu.
Setelah dirasa cukup masyarakat akan mencampur ampas tersebut dengan tanah-tanah disekitar untuk dijadikan media tanam. Pengambilan tanah dan ampas sagu dilakukan di hutan sagu yang mengelilingi Kampung Yoboi.
Tanaman sayur yang dihasilkan masyarakat kampung sangat memuaskan, dengan ukuran yang besar dan subur tanpa pestisida. Namun sayangnya masyarakat belum sampai menjual produk sayur mereka di pasar atau tempat jual beli lain yang besar.
Masyarakat hanya memanfaatkan hasil sayur mayurnya untuk konsumsi pribadi sehingga tidak mendapatkan penghasilan tambahan dari produksi sayur tersebut. Makanan utama masyarakat Kampung Yoboi adalah sagu yang dapat diambil dari Hutan sagu sekitar kampung dengan tambahan ikan yang ditangkap di danau.
Masyarakat marasa cukup dengan cukupnya kebutuhan makan mereka sehingga untuk sayur mayur yang ditanam tidak dipergunakan untuk dijual melainkan konsumsi sendiri. Sehingga masyarakat tidak memiliki pengahasilan tetap yang dpaat digunakan untuk keperluan-keperluan lain selain makan.