Lihat ke Halaman Asli

Tarisa ElviraTrisna

Mahasiswa semester 5 jurusan Ilmu Komunikasi

Putu Bumbung Makin Langka, Siswanto Jaga Warisan Rasa

Diperbarui: 3 Desember 2024   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Putu Bumbung Siswanto

Tuuttt tuuuttt. Suara uap dari gerobak pedagang putu bersautan dengan suara adzan Maghrib di depan SMAN 1, Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Pria paruh baya itu berhenti untuk melayani warga yang tengah membeli kue putu.

Siswanto (55) mengaku dirinya sudah berjualan kue putu sejak tahun 1987. Usaha yang awalnya ia jalankan dengan cara dipikul tersebut kian berkembang, hingga akhirnya bisa berjualan menggunakan sepeda motor berkeliling kota yang akrab disebut kota Patria ini. 

"Saya aslinya dari Wonogiri, ke Blitar tahun '94. Disini ngontrak, kadang sama keluarga (istri sama anak). Pulang pergi Blitar -- Wonogiri", kata Siswanto saat ditemui pada Rabu (9/10/2024).

Pria paruh baya tersebut mengatakan dirinya sempat berjualan mie ayam, namun omset yang didapat lebih banyak ketika berjualan kue putu. Harga yang dipatok untuk kue putu yang Ia jual pun hanya Rp. 12. 000/bungkusnya.

"Jualan itu sama aja, jualan mie ayam juga gitu-gitu aja. Namanya jualan kadang sepi kadang rame. Tapi kalo kue putu kan lebih hemat biaya pembuatan dan ga terlalu sulit", ujarnya.

Makanan yang dijualnya itu terbuat dari bahan-bahan alami tanpa pengawet seperti tepung ketan, tepung beras, garam, dan gula merah, dikukus menggunakan bambu sebagai cetakannya, menjadi alasan Siswanto tetap berjualan kue putu di tengah maraknya makanan modern.

Selanjutnya, kue putu dikukus hingga matang dan disajikan diatas daun pisang dengan taburan kelapa parut. Perpaduan kelapa parut dan adonan kue putu yang lembut membuat perpaduan rasa manis dan gurih.

Ketika ditanya alasan kue putu nya yang berwarna putih bukan hijau seperti kebanyakan penjual, ia mengungkapkan kebanyakan kue putu sekarang tidak menggunakan pewarna alami pandan melainkan menggunakan pewarna makanan kemasan.

"Putu ada dua warna, putih sama hijau pandan. Saya suka yang alami, sekarang banyak yang pewarna ga asli pandan jadi ga ada aromanya. Biar beda sama yang lain", ungkap Siswanto.

Kue putu yang dijual Siswanto masih menggunakan alat tradisional berupa bumbung (bambu) tidak seperti penjual lain saat ini yang menggunakan cetakan besi. Hal ini dilakukan agar cita rasa, aroma, dan kualias kue putu tetap terjaga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline