Lihat ke Halaman Asli

HMJ Tadris Matematika UINMLG

HMJ Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Merdeka ini Hanya untuk Kalangan Tinggi

Diperbarui: 14 Agustus 2019   21:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara serempak nan menggema dengan satu komando yang berirama. "Merdeka! Merdeka!"teriak semua warga Indonesia dari yang muda sampai yang tua, dari yang tak punya sampai orang terkaya. Para petani berseru "Merdeka" walau nyatanya padi habis oleh hama, para pedagang berteriak "Merdeka!"walau nyatanya lapak digusur tak tersisa. Para IRT tak kalah berseru "Merdeka" walau harga sembako naik membuat terpana. Mungkinkah kata Merdeka tersebut hanya untuk 17 Agustus saja ?

Lantas, apa makna Merdeka yang sesungguhnya ? Apa hanya sebatas bebas dari penjajah saja ? Atau untuk siapakah kemerdekaan itu ? Bukankah kemerdekaan Indonesia dibangun dengan tujuan mensejahterakan bersama ?

Para petani berbahagia, bersorak gembira karena harga padi naik ketika panen melimpah, walau dibaliknya para ibu-ibu keteter sampai teler karena harga yang meluber. Apa hal itu yang disebut kemerdekaan ? Atau harga pangan murah dimana-mana tapi para petani melarat gak bisa balik modal untuk bersawah. Apa itu yang disebut merdeka ? Atau keluh kesah para sarjana yang tak punya kerja tetapi banyak imigran yang menguasai pasar kerja di bumi tercinta, apa itu juga merdeka ?

Mungkinkah ini terjadi karena ada cita-cita para pejuang yang terlupakan ?
Mari kita berpikir sejenak, makna dari merdeka yang sering kita gembor-gemborkan ketika pidato demokrasi atau mendemo suatu instansi. Apa yang kita cari  ? Sebagaimana para petani yang mendemokan harga padi yang tak tinggi atau para karyawan dan ibu-ibu yang mendemokan harga sembako yang melambung tinggi ?

Ketika harga padi tinggi maka petani merdeka walau yang lain merasa sengsara, begitu pula sebaliknya. Lantas mengapa hal ini bisa terjadi ? Pada akhirnya mereka bukan berteriak merdeka, tapi malah sebaliknya. Mereka berteriak merasa terjajah di negeri yang merdeka ini. 

Mereka terjajah oleh kebijakan yang tak menengahi,sebagaimana subsidi yang tak sampai ke tepi untuk antisipasi harga pangan tinggi yang ternyata disebabkan oleh tikus yang ikut menggerogoti. Tentu saja hal ini hanya dirasakan oleh kalangan menengah kebawah, bukan kalangan tinggi apalagi para petinggi.
Akankah kita bisa merdeka seutuhnya ? Merdeka tanpa pandang bulu lagi. Merdeka untuk seluruh sudut-sudut negeri. Merdeka yang bukan katanya lagi. Merdeka yang benar-benar dirindukan para pribumi pertiwi.

Merdeka negeriku, sejahtera

Karya : Priyatna Hendriawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline