Lihat ke Halaman Asli

Berani Nyontek, Langsung Diusir

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1309968613808318512

[caption id="attachment_117983" align="alignleft" width="448" caption="Suasana Ujian di Gontor"][/caption] Esok pagi, Kamis 7 Juli 2011, Pondok Modern Darussalam gontor mengadakan ujian tulis bagi seluruh santri-santrinya. Ujian ini seperti biasa untuk mengukur kemampuan siswa dalam pemahaman pelajaran yang telah diberikan sekaligus sebagai penentu kenaikan kelas mereka. ujian di Gontor diadakan dua kali setahun, yaitu pada awal tahun dan akhir tahun hijriyah.

Ujian di Gontor memang berbeda dengan ujian di sekolah-sekolah lainya. Apa pasalnya? Karena terlihat lebih serius dan lebih baik serta terkontrol. Saya mengetahui hal ini karena telah merasakanya sendiri.

Bagaimana sih Ujian di Gontor itu?

Ujian di Gontor itu dalam satu ruangan terdapat tiga kelas yang berbeda. Misalnya di pojok kanan kelas satu, di tengahnya kelas lima dan di pinggir kiri kelas tiga. Pengawasanpun dilakukan secara berlapis. Pengawas ujian terdiri dari dua murid kelas 6 KMI dan satu Udztadz pembimbing. Dalam satu zona yang terdiri dari beberapa ruangan, diawasi oleh ustadz yang lebih senior. Zona-zona itu masih pula diawasi oleh pimpinan KMI, dan pimpinan KMI-pun diawasi oleh pimpinan pondok.

Di Gontor, ujian adalah ajang untuk menunjukkan diri. Semboyan ujian di Gontor adalah, “dengan ujian, seseorang akan dimuliakan atau tercela”. Maksudnya, dari ujian inilah kita akan melihat siapa saja yang bersungguh-sungguh sehingga menjadikan dirinya mulia, atau bermalas-malasan apalagi melakukan kecurangan, akan menjadikan dirinya tercela.

Ujian di Gontor, kok berani nyontek, akan diusir. Tapi mencontek teman sebangku saja tidak mungkin. Teman sekelasnya berada di depanya atau belakangnya. Berani menoleh ke belakang, berbagai pertanyaan akan terlemparkan kepadanya. Kelas enam yang mengawasi, bila memberikan jawaban atau memberikan isyarat jawaban, akan diusir juga. Hal ini pernah saya alami ketika duduk di kelas 4 KMI. Ketika itu dua hari sebelum ujian usai, ada dua orang yang diusir yaitu kelas enam yang memberikan isyarat jawaban dan kelas satu yang bertanya.

Kebersihan kertas ujianpun dipelihara sebaik-baiknya. Di Gontor tidak ada soal pilihan ganda, semuanya essay. Oleh sebab itu, murid dituntut untuk belajar sungguh-sungguh dan dapat menuliskan jawaban dengan baik dan bernar serta dapat dibaca, kalau tidak dapat dibaca, bisa berabe. Bisa-bisa nilainya tidak ada karena tak terbaca.

Jawabanpun harus sopan dan tidak boleh main-main. Pernah suatu ketika ada seorang teman yang menuliskan jawaban ujian dalam pelajaran sejarah Islam dengan main-main. Ia membuat jawaban tersebut sama sekali tidak nyambung dengan soalnya, terlebih lagi apa yang ditulisnya adalah kata-kata yang membuat pembaca kurang nyaman. Akhirnya, si anak tadi di gundul sebagai hukuman atas ketidak seriusanya dalam belajar.

Ketika saya masih di Gontor, suasana ujian penuh dengan hikmah dan perjuangan. Santri-santri banyak yang meningkatkan ibadahnya, lebih sering ke masjid, puasa senin-kamis, sholat dhuha dan tahajjud serta membaca al-Qur’an. Kegiatan olahraga memang telah dinon-aktifkan seminggu sebelum ujian dilaksanakan. Para asatidz selalu membimbing kami ketika belajar, mereka juga selalu mendoakan kami semua agar lulus ujian dengan baik.

Malam hari kami bertaburan di masjid, di kelas-kelas tapi yang paling banyak di taman dan lapangan yang telah diberi lampu tembak sehingga terang benderang. Kami membaca, menghafal dan berdiskusi bersama teman-teman sejawat dan sekelas. Asatidz juga berlalu lalang siap untuk ditanyai pelajaran apa saja, bila mereka kurang menguasai, pasti diberikan solusi atau memanggil asatidz lain untuk menerangkan pelajaran tersebut.

Derap suara santri membaca buku dan menghafal bertalu-talu mengikis kesunyian malam. Jam 22.00 para santri pulang ke asrama masing-masing untuk berdo’a dan sebagian sholat hajat baik bersama ataupun sendiri-sendiri. Semuanya dilaksanakan agar kami kuat dalam ujian dan mendapatkan hasil yang terbaik. Menurut kami, hasil yang terbaik bukan hanya lulus ujian, walau kami terkadang tidak naik kelas, kami belajar untuk bersyukur dan mengatakan bahwa inilah yang terbaik bagi kami walau perih untuk menerimanya.

Demikianlah gambaran suasana belajar dan ujian di Gontor. Semoga suasana ini berlangsung juga di berbagai lembaga pendidikan baik negri maupun swasta, menuju generasi muda yang berfikiran luas, bermental kuat dan tangguh untuk mewujudkan Indonesia emas. Wallahu a’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline