Mencintai adalah sebuah kata kerja. Satu kalimat itu mampu menyadarkanku, setidaknya mengajariku dengan telak bahwa mencintai pekerjaan yang saat ini kita miliki adalah suatu keharusan.
Hari itu, seperti hari-hari sebelumnya aku berangkat kerja semepet mungkin dengan waktu mobil jemputan datang. Tempat tinggalku yang berjarak sekitar 20 km dari tempatku bekerja membuat kami yang ikut mobil jemputan harus standby lebih pagi.
Jalan raya lintas timur sumatera selalu padat dengan kendaraan-kendaraan besar seperti bus dan truk besar, maklum jalanan ini adalah akses yang menghubungkan pulau jawa dengan kota-kota besar di pulau sumatera. Aku begitu menikmati pagi itu, udara pagi selepas hujan semalaman beradu dengan kaca mobil hingga memunculkan titik titik embun. Aku melihat pemandangan yang berhasil menyentuh hatiku pagi itu. Aku melihat seorang bapak paruh baya yang sedang membonceng anak kecil-mungkin kelas satu atau dua SD- dengan sepedanya. Sepeda itu ia tuntun menuruni jalanan berbatu dari arah perumahan bukit yang ada dikiri jalan. Sepedanya tidak bagus, anak kecil itu juga nampak normal seperti anak SD pada umumnya tapi saat itu aku tiba-tiba tersentuh, ingin menangis rasanya. Mataku melihat ketulusan dari tali lusuh yang ia ikatkan pada kaki anak kecil itu ke rangka sepeda miliknya. Aku merasakan ketulusan dari urat-urat yang terlihat dipunggung tangannya ketika ia mendorong sepeda. Bahkan ia tidak beralas kaki ketika anak kecil yang diboncengnya itu memakai sepatu hitam yang bersih dan seragam merah putih yang warnanya sama sekali belum pudar.
Entahlah, aku hanya merasa itu begitu indah.
Setelah hampir setengah jam didalam mobil, kami pun sampai dikantor. Pagi itu ada acara senam pagi, semua nampak seperti jumat pagi biasa sampai ketika manager kami memanggil salah satu pegawai outsourcing untuk maju kedepan.
Namanya pak Eko. Tempat tinggalnya berjarak sekitar 22 km dari kantor. Selepas shalat subuh, mandi dan sarapan beliau langsung berangkat bekerja. Tiap hari Pak Eko berangkat pukul 05.30 WIB naik angkutan umum dan sekitar pukul 06.00 WIB beliau sudah mulai bekerja sebagai Office Boy di kantor kami. Usianya mungkin sekitar 50 tahun, badannya kecil dan tidak terlalu tinggi. Ketika beliau dipanggil kedepan, Pak Eko masih mengenakan sepatu boot dan peci shalat andalannya. Kata manager kami, Pak Eko ini bukan sekali dua kali sampai dikantor pukul 6 pagi, tapi itu ia lakukan secara konsisten setiap hari.
Pukul berapa jam masuk kantor kami?
Pukul 07.30 WIB dan kenyataannya masih ada pegawai yang datang pukul delapan bahkan lebih.
Ketika beliau ditanya apakah perusahaannya memberikan gaji lebih ketika dia berangkat lebih awal?
Beliau menggeleng.
Aku menunduk dalam, aku terlalu malu. Sungguh rasa syukurku masih sangatlah kurang selama ini.