Lihat ke Halaman Asli

Tarmidinsyah Abubakar

Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Sistem Politik Ibarat Handphone dan Mereknya, Demokrasi Ibarat Pulsanya, Begitulah Vitalnya Demokrasi

Diperbarui: 7 Mei 2021   02:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar : pexels

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Suatu hari saya bertemu istri seorang ketua partai politik dan saya berdiskusi lima belas menit sambil memilih belanjaan ringan di sebuah supermarket.

Gawat, kondisi politik sekarang pak ya, katanya setelah saling bersalaman. Iya bu, masalahnya sekarang sistem politik dan pemerintahan yang tidak lagi demokratis sebut saya.

Memang demokrasi hanya ada dalam kelas pak, ketika pemilihan ketua kelas di SD sampai dengan SMA ketika kita dulu bersekolah, sebutnya. Saya menanggapi bahwa saat itu dimasa Orde Baru memang demokrasi tetap aja diajarkan disekolah atau ditingkat masyarakat bawah, dengan landasannya gotong royong. Meskipun dalam sistem pemerintahan dan organisasi diatas demokrasi dan hak politik sering dikebirikan untuk kepentingan kekuasaan Orde Baru.

Nilai positifnya ya masyarakat masih mendapat pelajaran meski bukan dalam perspektif demokrasi yang sebenarnya atau demokrasi yang seutuhnya.

Benar sekali pak, sekarang memang susah kita dapatkan sistem demokrasi dalam organisasi, bahkan organisasi politikpun hampir tidak mengenal bagaimana demokrasi yang sesungguhnya. Sebut si Ibu istri ketua partai.

Bapak kan ketua partai politik lokal, bagaimana bapak bisa mengajarkan ilmu demokrasi kepada masyarakat sekarang karena partainya di bredel oleh konspirasi KIP dan pemerintah Aceh? Maaf pak ya, saya mendapat berita dari pengurus partai bapak kebetulan berteman dengan saya.

O,,iya, saya sudah berusaha membuat partai sebagai alat politik untuk kebaikan dan wadah untuk memberi pendidikan politik kepada rakyat. Sebut saya.

Tapi teman-teman di Aceh yang berwenang kurang sependapat karena saya bukan berasal dari komunitas mereka. Sebut saya sambil tersenyum. Saya tidak perlu pusing yang penting saya sudah berniat baik dan telah mengusahakannya. Kalau tidak di loloskan oleh mereka yang berwenang, sayapun terpaksa terima dengan lapang dada meskipun hati kesal karena sudah begitu lelah mendirikan dan membangun partai lokal tersebut, sambung saya.

Kasian bapak yach,,,,udah lelah, saya paham bagaimana melelahkan mendirikan partai politik. Sela si Ibu.

Yach,,,,tidak perlu diingat lagi ibu, semua sudah berlalu, kita sudah ikhlas dan kalau Allah izinkan pemilu kedepan kita usahakan kembali, semoga banyak tokoh yang sudah tersadar dan rakyat memahami tujuan politik kita, sebut saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline