Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Pemimpin seharusnya mempertontonkan Kepada Rakyat Upaya Membuka Lapangan Kerja sebesar-besarnya bagi stabilitas pendapatan perkapita rakyat, apalagi kita sedang menghadapi covid 19. Dalam kondisi normalpun indikator ini menjadi visi dan misi kepala pemerintahan baik di daerah maupun di pusat. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga berlaku global. Maknanya membuka akses berusaha dan lapangan pekerjaan adalah kebutuhan utama setiap warga negara dinegara manapun jua.
Jika sebatas dominasi mempertonton propaganda politik kepada rakyat dengan pola-pola politik dan kondisi sosial hari ini, tidak ubahnya sama dengan Anak kecil membawa pisau.
Melihat politik Indonesia selama sepuluh ini bagaikan dalam laku hukum rimba, bisa saja hal ini pertanda demokrasi telah berlalu dalam dunia politik dan pemerintah kita. Meski sebahagian orang menganggap pemerintah saat ini memberi harapan terhadap perbaikan demokrasi dalam momentum-momentum yang bukan rencana dan skenario penguatan demokrasi tetapi secara kebetulan pendekatannya sama dengan konsep untuk penguatan demokrasi.
Sistem politik dengan pola-pola melemahkan partai politik lain dan kebebasan politik rakyat tidak ubahnya pemerintah hanya berkonsentrasi merampok kedaulatan rakyat dan membentengi pendidikan politik rakyat Indonesia, melalui partai politiknya dan lembaga-lembaga ekstra politiknya.
Kenapa demikian? Tentu saja kebijakan menyogok masyarakat di akar rumput dengan standar biaya hidup dan kesehatannya, kemudian kekuasaan digunakan untuk melakukan aksi politik yang mematikan terhadap masyarakat lain yang menggunakan hak politiknya dan berpolitik sesuai dengan konstitusi negara.
Sebenarnya pemerintah harus membuka ruang untuk kenyamanan politik warga masyarakat yang berpolitik agar kompetensi bangsa ini berguna untuk meningkatkan kualitas politik yang bermuara untuk kesejahteraan hidup rakyat. Karena politik mempengaruhi kehidupan rakyat secara langsung tetapi bila politik dipasung dalam kebelengguannya maka dapat dipastikan negara dalam kendali kekuasaan absolut dan mentalitas serta moralitas rakyat sudah pasti terjajah.
Berikutnya rakyat hanya menunggu belas kasihan pemerintah dan kekuasaannya dan pemimpin hanyalah sebatas orang kaya yang nilainya diukur dengan kedermawanannya dalam memberi bantuan kepada rakyat secara sporadis.
Meski banyak juga para politisi dan pendukung yang mengamini prilaku politik pemerintah saat ini, namun menurut saya mereka berpendapat sebagai orang yang mendapat manfaat dari pemerintah atau menggantung hidupnya pada pemerintah melalui oknum politisi atau mentalitasnya korup atau memang dasarnya tidak cukup paham tentang demokrasi yang sesungguhnya.
Dampak pembiaran atau kesengajaan pemerintah dalam kebijakan politik negara dengan sistem kampak (ax sistem) atau membelah partai politik tidak berbeda dengan memberi ketidakpastian kepada rakyat dan intinya mengadu domba rakyat. Meski dampak tersebut belum memperlihatkan sisi negatifnya yang sempurna maka kebijakan tersebut hanya menunggu peledakannya sebagaimana bom waktu.
Dalam politik dikenal dengan teori kebisuan spiral (spiral silence theory) dimana rakyat yang diam dan hatinya menentang akan semakin besar dan mengurung kekuasaan yang terlalu dominan dalam berkuasa. Bahkan rakyat paham bahwa prilaku pemerintah dianggap curang dan melakukan penyalahgunaan kekuasaannya.