Membaca suatu tulisan apalagi tentang politik, salah satu yang dianggap penting adalah siapa penulis artikel politiknya.
Bisa saja rasa ingin tahu tentang profesi, apakah dia seorang politisi yang menyampaikan pemikiran-pemikiran politiknya secara subyektif atau sedang netral dalam politik, atau memang penulis yang memiliki wawasan dalam politik.
Lebih jauh jika pembaca ingin memahami tulisan tersebut maka pembaca sebatas ingin mengetahui positioning politik yang menyampaikan pemikiran, ide dan gagasannya melalui tulisan tersebut baik sebagai uneg-uneg atau kekesalannya tentang partai politik yang telah merugikan hidupnya atau sebatas kecewa biasa dengan partai politiknya.
Karena begitu banyak pemikiran politik yang penulis sampaikan melalui artikel (bukan berita) maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan bahwa penulis artikel politik ini adalah seorang politisi yang sebelumnya aktif dalam dunia politik.
Namun karena partai politik tidak bisa menampung dan memahami pemikirannya, akhirnya hanya menjadi penulis yang aktif menyampaikan gagasan dan pemikiran-pemikiran tentang ilmu politik tanpa partai politik agar bisa berkontribusi memberi pendidikan politik masyarakat sehingga bisa membawa perubahan terhadap politik.
Terkadang kita banyak melakukan sesuatu dalam politik yang mengundang mata masyarakat namun pada akhirnya secara kualitas politik tidak mampu memberi pesan politik apapun, kecuali sekedar prosesi pengambilan keputusan politik yang dapat dilakukan oleh organisasi apa saja bahkan siapa saja meski tanpa ilmu pengambilan keputusan dalam politik.
Apalagi jika kita perhatikan rutinitas kegiatan partai politik di daerah yang sangat datar sebatas penempatan atau penunjukan serta perebutan ketua partai politik yang sesungguhnya dalam sistem politik modern justru hanya dianggap bulsyit yang tidak bermanfaat untuk rakyat atau memperbaiki sistem kehidupan rakyat dalam bernegara.
Fenomena itupun menjadi sebatas kegiatan syukuran, kenduri, buka puasa bersama, pesta yang tidak memberi pelajaran politik kecuali sebatas silaturrahmi. Atau membagi sarung dan sedekah kepada yatim dan fakir miskin bukan menawarkan ide penanganan mereka secara bijak dan memastikan kehidupan mereka yang terlindungi dalam kebijakan negara.
Jika kurang yakin, silakan kita memperhatikan aktivitas para politisi dalam partai politik hanya sebatas tampilan atau tontonan yang menunjukkan egoisme kelompok politik yang pada akhirnya hanya bicara tentang kemampuan melakukan politik dalam budaya kita untuk seberapa besar kemampuan mereka menyogok atau melakukan barter suara rakyat dengan alat tukar dagang yakni cash money atau janji yang batasannya juga dengan fasilitas dan uang sebagai takaran dalam dunia perdagangan barang atau jasa.
Padahal idealnya alat tukar politik yang sesungguhnya adalah kepercayaan yang ditukar dengan kemasan atau konsep dan pemikiran tentang perbaikan sistem kehidupan rakyat, rencana rakyat, partisipasi rakyat yang bermuara pada kedaulatannya dan tujuan rakyat bernegara yakni pencapaian tahapan kesejahteraan rakyat.
Kita tentunya sangat merindukan aktivitas politik yang berfokus pada pencarian solusi-solusi untuk perbaikan sistem kehidupan masyarakat. Mereka seharusnya memeras dan memutar otaknya untuk berpikir dalam perang kompetisi gagasan dan ide-ide cemerlang lintas partai politik untuk berandil mendorong perbaikan sistem hidup rakyat melalui kebijakan-kebijakan politik.