Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Melihat alur pengembangan dan pendistribusian ilmu pengetahuan terjadi diberbagai bidang, dalam bidang ilmu ekonomi, hukum, matematika, fisika, sipol dan lainnya terlihat secara jelas melalui universitas dan fakultasnya di seluruh daerah bahkan hingga masuk desa.
Perguruan Tinggi itu tidak berbeda fungsinya dengan padepokan dalam alur distribusi ilmu silat atau beladiri. Tetapi dalam perjalanannya fungsi itu menjadi lemah dan dominan bergeser ke arah yang lebih umum bahkan menjadi bahagian alat birokrasi, sehingga orang hanya mengharapkan ijazah atau legalitas pendidikannya serta tidak berharap pada ilmu pengetahuan sama sekali.
Lalu dalam pendistribusian ilmu politik, apakah partai politik sama fungsinya sebagai padepokan dalam ilmu silat? Jawabannya tentu sangat bergantung pada pemimpin partai politik itu sendiri.
Jika partai itu memiliki banyak tokoh politik yang diketahui sebagai gudang ilmu dan aspiratif tentu warga masyarakat akan merapat ke partai tersebut karena ingin memperoleh ilmu politik. Maka warga yang bergabung ke partai politik dari berbagai perspektif tujuannya.
Bila seseorang dianggap mumpuni dalam ilmu politiknya maka kepercayaan masyarakat sangat kuat termasuk untuk membentuk dan membangun partai politik untuk mengembangkannya ditengah masyarakat dan masyarakat juga mengharapkannya karena ingin mendapatkan ilmu pengetahuan kepadanya. Karena itulah mereka sering disebut suhu sebagaimana terminology pada silat dan karate dalam strata keilmuannya.
Memantau keberadaan partai politik dan pimpinannya di jaman ini, apakah dapat kita temukan seorang pemimpin politik sebagai suhu atau guru politik? Tentu jauh dari harapan, karena ketua partai hanya menjalankan fungsi manajemen atau sebatas kordinasi luar dan dalam partai politik untuk misinya dalam pengembangan partai politik tersebut.
Bagaimana dengan ketua partai di daerah? Jawabannya tentu hanya sebatas untuk alat sebagaimana pedagang penyewa dan menjaga, mengawal toko tersebut dalam batasan waktu penyewaannya.
Apakah di daerah mereka berpolitik? Jawabannya, iya tetapi politik birokrasi untuk jalan menuju gubernur dan menteri sebagai target jabatan birokrasi Indonesia. Memang ada juga yang membuat terget hingga ke wakil presiden tetapi mereka hanya sedikit saja dari jumlah pemain politik di negeri kita. Itupun harus mendekati kesempurnaan sebagai politisi birokratis di Indonesia, misalnya berkapasitas dan berkualitas dalam politik juga memiliki uang yang berlebih dalam hidupnya.
Karena sistem politik sebagaimana ilustrasi diatas, maka lagikanya para pemain politik di daerah dan dikalangan bawah maka tidak berbeda dengan fungsi anak buah sebagaimana dalam dunia kerja. Mereka tidak bisa beradu argumen, ide, gagasan dan memperjuangkan kesetaraan sebagaimana demokrasi yang sesungguhnya. Karena hidupnya bergantung pada kepala cabang partai tersebut. Bila dianggap lebih maka mereka akan di bunuh karakter untuk melemahkannya, bahkan ada yang lebih kasar dengan memangkas atau memotong hak politiknya. Karena apa? Karena bila toko tersebut maju dan laris lebih berbobot maka pemiliknya akan mengambil alih atau tidak menyewakan lagi karena mereka akan menyewakan kepada saudaranya atau keluarganya bahkan dirinya sendiri dengan menempatkan anak atau adiknya.
Dengan begitu, maka bila padepokan karate yang berorientasi pada ilmu bela diri dan penyewa toko dan berdagang bertujuan pada langganan dan hasil penjualan, maka masyarakat bisa memilih partai politik kita saat ini serupa dengan padepokan karate atau berdagang dengan menyewa toko. Tentu tidak perlu cerdas memahami hal ini.