Lihat ke Halaman Asli

Tarmidinsyah Abubakar

Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Pemerintah Republik Indonesia, Kenapa dengan Bendera Pemerintahan Aceh?

Diperbarui: 6 Desember 2020   17:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

merdeka.com/afifuddin acal

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

Sebagaimana kita ketahui bersama seluruh rakyat Indonesia memahami terjadi dinamika politik nasional yang intensif di beberapa daerah khususnya yang dapat dipetakan sebagai basis wilayah yang dianggap dapat mengganggu kenyamanan nasional.

Tidak perlu sulit mengetahui karena senantiasa menjadi pemberitaan di berbagai media. Adapun wilayah tersebut adalah, Papua, Papua Barat, Aceh, Maluku yang membuat Indonesia perlu melakukan upaya perbaikan image kepada dunia Internasional setiap waktu.

Aceh sebagai wilayah yang telah mampu membawa pemerintah Indonesia dalam politik pada tingkat negara meski melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) Finlandia yang didirikan oleh mantan presidennya Marti Artissary. Perjanjian antara Aceh yang diwakili GAM dan Pemerintah yang diwakili Kemenkumham yang kemudian diberi Judul MOU Helsinki.

Setidaknya perjanjian tersebut telah memberi dampak terhadap Indonesia sebagai negara demokratis yang menghormati hak-hak hidup dan politik warga negaranya yang terdiri dari beragam etnis. Momen ini juga bisa mempertegas tentang konsistennya implementasi oleh pemerintah terhadap Bhineka Tunggal Ika yang menjadi Lambang Negara.

Berikutnya bagi rakyat Aceh sesungguhnya telah berhasil memperjuangkan konstitusi kedua dalam berbangsa dan bernegara dengan lahirnya Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Suatu UU yang mempertegas tentang kekhususan Aceh dalam penyelenggaraan pemerintahannya dan mengarah pada sistem self government. 

Dalam konteks desentralisasi daerah, kelahiran UUPA tersebut juga menjadi alat yang efektif untuk implementasinya secara total dalam penyelenggaraan pemerintahan. Namun terdapat berbagai kendala dalam perjalanannya justru hanya berkisar pada kebijakan pemerintah yang berkuasa baik di pusat maupun di Aceh. Boleh jadi pelemahan kualitas penyelenggaraan tergantung pada wawasan pimpinan pusat atau bisa juga disebabkan kelemahan pimpinan daerah sendiri yang tidak kreatif dan terbatas dalam pemahaman pembangunan kebangsaan yang holistik dalam bernegara.

Hal ini menyebabkan UUPA yang seharusnya menjadi model pembangunan bangsa dan peradaban justru terdegradasi pada kepentingan politik sempit yang terjepit dalam labirin kepentingan partai politik atau terjebak dalam primordialis sempit dalam hidup berbangsa yang sesungguhnya jauh lebih luas dan besar.

Negara Demokratis

Sejak reformasi Indonesia 1998, Indonesia dengan konstitusinya telah diamandemen hingga empat kali guna merubah sistem kepemimpinan otoritarian ke arah sistem kepemimpinan pemerintah yang demokratis. Demikian juga rakyat Indonesia sudah seharusnya membudayakan kehidupannya yang lebih demokratis dan terbuka baik dalam berbangsa dan bernegara maupun bermasyarakat serta berorganisasi. 

Indikasinya dapat dilihat dalam dalam berbagai protes sosial yang mewarnai dinamika kebijakan pemerintah dalam hal pembuatan kebijakan publik yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia atau yang merugikannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline