Lihat ke Halaman Asli

Tarmidinsyah Abubakar

Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Tjoet Nyak Dhien, Tjoet Meutia, dan Keumalahayati, Bukti Emansipasi dan Kemajuan Aceh

Diperbarui: 25 Oktober 2020   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar nama Tjoet Nyak Dhien, Tjoet Meutia dan Laksamana Keumalahayati yang terbersit dipikiran kita dimasa kini adalah suatu image tentang keberanian masyarakat dan kiprah perempuan perempuan Aceh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945.

Meski mereka belum tahu tentang Republik Indonesia sebagaimana perempuan Aceh hari ini tetapi jiwa dan raganya telah dikorbankan sepenuhnya untuk membela tanah air atau bangsanya yang sekarang ini dimana anak cucunya hidup dalam negara bernama Republik Indonesia.

Begitupun bagi masyarakat Aceh,  jiwa dan raga perempuan-perempuan hebat itu telah ditanamkan kepada orang-orang yang hidup kemudian yang sebangsa dan setanah air dengannya.

Hingga kini nama ketiga pahlawan nasional ini memberi inspirasi yang sangat kuat tentang semangat  juang masyarakat Aceh dan bernilai ekstra bagi mereka perempuan-perempuan Aceh hingga sekarang bahkan dimasa depan.

Ringkasan Identitas, mengutip Wikipedia dan sumber lain, sebagai berikut :

1. Tjut Nyak Dhien, Kelahiran: 1848, Kabupaten Aceh Besar, Meninggal: 6 November 1908 di Sumedang. Suami : Ibrahim Lamnga, Teuku Umar dan Orang tua: Teuku Nanta Seutia.

Setelah suaminya Teuku Umar gugur, hal ini membuat Cut Nyak Dhien berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Usia Tjoet Nyak Dhien yang saat itu sudah relatif tua serta kondisi tubuh yang digrogoti berbagai penyakit, karena pengaruhnya masih sangat kuat dengan pejuang lain yang belum ditangkap akhirnya diasingkan ke Sumedang Jawa Barat.

2. Tjoet Nyak Meutia,

Kelahiran: 15 Februari 1870,
Lahir: 15 Februari 1870; Keureutoe,  Aceh Utara,
Meninggal: 24 Oktober 1910, Aceh
Suami : Teuku Syamsarif; Teuku Muhammad.

Setelah suaminya tewas, Tjoet Meutia kemudian bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. 

Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Tjoet Meutia bersama pasukannya bentrok dengan Marechause di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Tjoet Njak Meutia gugur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline