Oleh : Tarmidinsyah Abubakar
Pemberitaan publik selama ini banyak tertuju kepada tiga tokoh yang kerap melakukan kritik kepada pemerintah. Beberapa waktu lalu baru saja kita mengakhiri pemberitaan tentang tokoh-tokoh politik menengah di parlemen yang gencar menyerang kebijakan pemerintah Joko Widodo.
Namun apakah setelah dianugerahkan penghargaan oleh presiden Jokowi mereka kelihatan mulai jinak? Ataukah ada kompensasi dapat meruntuhkan syarat normal mereka sebagai pengkritik.
Ada pola-pola perjuangan tokoh politik yang sengaja dilakukan dengan cara menyerang tanpa segan dan tokoh tersebut berbicara lantang pada sasaran dan tampilan itu meski terlihat berlebihan (lebay) tapi karena keseriusan dan sikapnya yang kuat maka tentu tidak semua tokoh bisa melakukannya.
Tokoh-tokoh politik berkarakter seperti itu tentunya berani berhadapan dengan pemerintah namun pada sebahagian masyarakat ada juga yang menganggap mereka lancang. Padahal ketika mereka tiada atau diam maka negara ini akan bertambah karut marutnya.
Tokoh pengkritik yang selalu konsisten dapat dianggap sebagaimana sebuah lampu, kehadirannya dalam menghadapi permasalahan sosial dan permasalahan bangsa sebagai suatu kewajiban. Tapi ketika mereka tiada maka ibarat mati lampu di mana saat itulah baru terasa gelap gulita dan sungguh tidak mengenakkan dan disitulah semua merindukan kehadirannya.
Setidaknya saat ini kita bisa melihat tiga tokoh politik atau tokoh bangsa yang selama ini gencar menyampaikan kritikan terhadap kebijakan pemerintah dan presiden. Yang terbaru (newcomer) diantara ketiga tokoh tersebut adalah Jenderal Gatot Nurmantyo.
Sementara Prof. Amien Rais memang selalu ada pada posisi sebagai pengkritik pemerintah baik selaku petinggi partai maupun secara pribadi. Sementara Prof. Din Syamsuddin lebih terlihat dalam beberapa peristiwa juga ada di posisi sebagai pengkritik. Ketiga tokoh bangsa ini selalu diminta pendapatnya dalam setiap peristiwa di negara ini.
Kedudukan Pengkritik
Dalam pembangunan suatu bangsa sungguh sangat penting kedudukan pengkritik, keberadaan mereka melebihi dari keberadaan presiden sekalipun. Karena presiden menjalankan tugasnya dan telah diberi fasilitas yang mewah oleh negara maka tentu saja mereka harus menjalankan kewajibannya.
Sementara pengkritik tanpa mendapat fasilitas dari negara dan tanpa digaji mereka bersedia melakukannya demi perbaikan kehidupan bangsanya maupun kehidupan sosial secara langsung.