Lihat ke Halaman Asli

Tarmidinsyah Abubakar

Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Menag Fachrul Razi Dibunuh Karakternya? Politisi Menangis untuk Rakyat tapi Tak Ada Air Mata

Diperbarui: 11 September 2020   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dok. pribadi

Akhir-akhir ini menteri Agama Fachrul Razi menjadi sorotan media secara berkelanjutan. Mulai soal keputusan tentang pembatalan Haji tahun 2019, Pernyataan tentang Radikalisme masuk mesjid melalui good looking, ditambah pemotongan dana bos bahkan sebelumnya tentang cadar dan celana cingkrang beserta doa perlu menyisipi bahasa Indonesia.

Keputusan dan pernyataan itu kemudian menuai protes kalangan masyarakat yang terbiasa dengan pola-pola biasa dijalankan sebelumnya.

Jika kita ingin mengkaji kenapa seorang Jenderal Fachrul Razi sebagai menteri agama membuat keputusan dan membuat pernyataan yang terkesan kontroversial, tentu saja kita perlu mengevaluasi tentang semangat, tujuan, harapannya, apakah kebijakan itu akan merugikan agama Islam atau justru memberi arah untuk perubahan cara pikir ummat Islam dalam menjalankan ajaran agama yang lebih substantif. Sederhananya dalam bahasa awam bahwa kita tidak hanya memakan kulitnya tetapi isi dalamlah yang justru lebih diutamakan.

Yang membuat pertanyaan adalah protes yang dilakukan oleh siapa saja bahkan ada yang menghinanya dengan sebutan komunis, tapi sang menteri ini tidak pernah merasa gusar dan menuntut seorangpun rakyat Indonesia untuk soalan tersebut. 

Mengutip suara.com, Fachrul Razi lahir di Aceh, pada 26 Juli 1947 dan ia merupakan lulusan Akademi Militer pada tahun 1970. Saat Fachrul Razi aktif di militer Indonesia, ia pernah menjabat sebagai Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kujang 1 Kostrad, Gubernur Akademi Militer pada tahun 1996 -- 1997, Kepala Staf Umum ABRI pada tahun 1998 -- 1999 dan Wakil Panglima TNI pada tahun 1999 -- 2000.

Melihat latar belakangnya diatas barangkali kita bisa memahami ketenangan seorang Fchrul Razi dalam menghadapi kritikan, hujatan bahkan dicerca oleh kalangan masyarakat. Berikutnya dapat juga kita saksikan dalam ia menghadapi kritikan DPR RI komisi VIII. Ketenangan itu sesungguhnya menegaskan kemapanan konseptual yang cukup bagi seorang menteri yang memiliki visi untuk mengarahkan kehidupan rakyat.

Membongkar Kebiasaan Lama

Membaca berita viral dimasa lalu kita menemukan bahwa departemen agama adalah salah satu departemen yang paling korup dalam penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia. Menurut penulis tentu saja tuduhan ini tidak mengenai salah satu agama, akan tetapi berkenaan terhadap semua agama yang diizinkan di Indonesia.

Namun demikian kita juga disuguhkan dengan para politisi di DPR yang berang kala dibatalkan pelaksanaan Haji pada tahun 2019,  yang sesungguhnya adalah kebijakan pemerintah Arab Saudi sebagai tuan rumah terlebih dahulu melakukannya. Pertanyaannya kenapa pihak DPR mengkritisi habis sang menteri atas pembatalan Haji tersebut, padahal pertimbangan penyelenggara negara di dunia memahami pembatalan yang dilakukan oleh negara manapun jua.

Tentu saja jika kita menyimpan hipotesa politik tentang peran DPR untuk menempatkan posisi rakyat Indonesia sebagaimana mestinya maka membantu rakyat yang tidak bisa beraktifitas maka sudah pasti mereka akan melakukan gerakan ikat pinggang bahkan tunjangan atau gajinya akan diserahkan kepada eksekutif untuk dipotong dan dibagi kepada rakyat yang diawal masa covid 19 begitu melarat.

Jika hal ini berlebihan maka perlu ditanyakan kepada DPR, kenapa dinegara lain bahkan negara yahudi sekalipun DPR mereka bisa memprioritaskan hak-hak rakyatnya adalah yang utama diatas hal lain dalam bernegara. Maka dinegara lain rakyat mendapat transfer biaya hidup dari negaranya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline