Lihat ke Halaman Asli

Tarmidinsyah Abubakar

Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Dongeng Politik: Pengkritik Itu Ahli Politik dan Pemerintahan

Diperbarui: 4 Juli 2020   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dongeng Politik"

Pengkritik Itu Ahli Politik dan Pemerintahan

Disuatu negeri yang sudah centang perenang dengan kepemimpinan dimasa lalu memang sulit dipulihkan dengan waktu yang singkat, karena kerusakan pemerintah dan sosial itu sudah menjalar pada mentalitas dan moralitas.

Namun ada negeri Khinzir di pinggiran gunung himalaya sana yang tidak pernah menyerah pada nasibnya. Meski sudah berantakan mereka tetap optimis mencari jalan keluar untuk masa depan rakyat bangsanya dengan berbagai ide dari masyarakatnya. Namun ide itu terbatas pada level pendukung pemerintah mereka saja.

Pada tahun berikutnya akibat kehabisan akal maka diajaklah para pengkritik untuk berpikir menyelamatkan negara itu. Karena itu juga negara dan bangsa pengkritik akhirnya si pengkritik mundur selangkah dengan menjawab "baik saya penuhi permintaan anda kali ini wahai gubernur".

Pada malam kamis itu berkumpullah tokoh-tokoh utama negara bagian itu dan dihadiri para pengkritik pemerintah disuatu forum. Pembicaraan para pimpinan sudah pada tahap ketidakpercayaan publiknya atas pemerintah dan negara dan ini menjadi ancaman gelombang revolusi yang sudah dipersiapkan oleh kelompok pemberontak.

Para tokoh pro pemerintah dalam pertemuan tersebut hanya diam dan tidak bicara. Mungkin karena peradaban timur yang menyebut, lebih banyak berbuat daripada berkata, tentu saja rakyat menyambut riuh mendengarnya. Tapi memang kebiasaan loyalis yang bila kenyang maka jangan harap mereka berpikir.

Pertemuan itu akhirnya hening ketika pengkritik memberi ide untuk tangani negeri yang rusak tersebut. Sudara gubernur saya punya ide, kita hanya perlu menangani hal mendasar yaitu, lemahnya kepala daerah atau orang kepercayaannya yang juga wakil kepala daerah yang tidak amanah tentunya, tetapi kita harus kuat untuk terus melakukan  perbaikan negeri ini dengan memberi jawaban-jawaban atas kritikan saya.

Setelah ada kesimpulan dilanjutkanlah tentang mencari pimpinan daerah yang berkapasitas untuk memperbaiki negeri itu, kemudian setelah mendengar pendapat tibalah waktunya sipengkritik itu memberi pendapatnya. Karena dia paham bahwa para warga disana yang egoisnya tinggi, tidak pernah mengakui terhadap kelebihan dan kepintaran seseorang maka diapun mengusulkan bahwa calon kepala daerah yang kita pilih kedepan diperbolehkan dari seekor binatang.

Kenapa begitu, karena selama ini kita sudah puluhan kali berkepala daerah manusia tapi prilaku dan kebijakannya tidak manusiawi tapi seperti binatang. Karena itu kita ingin lihat apakah binatang dalam kebijakannya juga melawan kodratnya, jika begitu maka sudah pasti kebijakannya lebih manusiawi, karena ini jaman sudah mulai berbalik.

Akhirnya disepakatilah bahwa calon kepala daerah dari seekor kera. Namun dalam pemilihan kepala daerah tidak ada kontestan yang ikut karena semua tokoh tidak bersedia berpasangan dengan kera. Si pengkritik yang cerdas itulah menjadi wakil kera dan karena masyarakat sudah kadung tidak percaya kepada tokoh politik maka dalam pemilihan itu tentu saja kera menjadi pemenang dengan wakilnya si pengkritik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline