Lihat ke Halaman Asli

Pesta Demokrasi (antara Orientasi dan Hak Asasi)

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Tara Prayoga

(Ketua Umum PD IPM Kota Tangerang Selatan)

Republik Indonesia sebentar lagi akan melaksanakan Pemilihan Umum (PEMILU). Sebuah pemilihan yangmenentukan masa depan negeri ini. Terutama bagi rakyat jelata. Mereka tentu mengharapkan sosok pemimpin yang adil, jujur, bersih, dan dapat memberikan kesejahteraan. Baik kesejahteraan moril maupun materil. Secara moril, masyarakat harus bisa aman dari segala bentuk intimidasi sosial. Pemerintah dituntut untuk sanggup memberantas berbagai permasalahan dalam negeri terkait moralitas bangsa yang semakin kendur. Dari permasalahan tawuran, narkotika, seks bebas, hingga pembunuhan menjadi PR penting yang wajib ditangani siapapun yang nanti duduk di kursi pemerintahan.

Sementara dari sisi materil, pemerintah wajib memenuhi seluruh hak masyarakatnya. Seperti yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan NKRI dibentuk adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Berarti apapun alasannya, pemerintah memiliki tanggungjawab penuh memberikan segala kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan yang pokok. Yakni; sandang, pangan, dan papan. Namun, pada kenyataannya negara kita masih dilanda masalah kemiskinan. Sekitar 96 juta jiwa masyarakat Indonesia memiliki taraf hidup yang sangat rendah. Tetapi anehnya, bila kita melihat hidup para punggawa bangsa, sangat berbanding terbalik. Mereka bergelimang harta. Sedangkan, rakyat hidup sengsara.

Tidakkah mereka melihat pemimpin di luar sana? Sebut saja misalnya, Jose Mujica yang dijuluki sebagai presiden termiskin di dunia. Presiden Uruguay ini, menjadi presiden termiskin karena ia selalu menyumbangkan lebih dari 90 persen gajinya untuk pemasukan uang negara. Selain itu, Mujica juga hidup dengan penuh kesederhanaan. Ia tinggal di rumah perternakan milik istrinya di pinggir kota Montevideo. Mujica tidak seperti presiden lainnya yang tinggal di istana. Rumah perternakan itu, bahkan bisa dijuluki ‘RSS’ alias rumah sangat-sangat sederhana. Subhanallah.

Bagaimana dengan pejabat pemerintahan Republik Indonesia? Sebagian dari mereka malah berubah menjadi tikus. Tikus yang rakus akan harta dan tahta. Sehingga, tidak heran apabila mereka menjelma menjadi koruptor. Pemakan uang rakyat yang harusnya menjadi hak mereka. Yang semestinya dapat menyejahterakan rakyat jelata dari sisi materil. Memberantas kemiskinan dengan membangun banyak lapangan pekerjaan, pendidikan, dan berbagai infrastruktur yang mendukung terciptanya masyarakat Indonesia yang adil, makmur, aman, dan damai.

Namun, sangat disayangkan. Kesenjangan antara ide dan realita terjadi di sini. Orientasi pejabat negeri lebih kuat mengarah pada kepentingan pribadi. Mereka lebih doyan korupsi daripada memenuhi hak asasi masyarakat pribumi. Kalau sudah begitu, mau dibawa kemana negeri ini? Para pemegang otoritas terus-menerus menggempur, menindas rakyat jelata dengan menanggalkan hak asasi mereka. Sungguh ironis.

Moment Pemilu 2014 adalah saat yang tepat bagi rakyat Indonesia untuk menentukan pilihan yang sesuai dengan idealisme pendiri republik ini. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus selektif dalam memilih pemimpin. Baik untuk Eksekutif maupun Legislatif. Sesuai pula dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam : “Barangsiapa yang memilih pemimpin berdasarkan ta’ashub (Fanatisme/taklid) buta semata. Didasarkan hanya pada pertimbangan emosional primordial, bukan atas dasar rasionalitas dan penilaian yang jernih. Padahal, di tengah mereka ada orang yang lebih baik layak dan pantas dipilih dan diridhai Allah, maka orang itu telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya serta kaum muslimin. (HR. Muslim)

Marilah kita gunakan sebaik-baiknya hak pilih kita dengan penuh tanggung jawab. Semua demi keselamatan umat hari ini, esok, dan masa mendatang. Sehingga, di dunia dan akhirat kita selalu dalam ridha-Nya. Aamiin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline