Oleh : Tarmidinsyah Abu (Godfathers)
Rakyat Indonesia pada umumnya tidak memahami kehidupan demokrasi sebagaimana kehidupan masyarakat di negara-negara maju yang menempatkan rakyat dalam manajemen bernegara sebagaimana posisi raja.
Pembaca mungkin menganggap narasi saya ini berlebihan atau melebih-lebihkan. Padahal perubahan sistem bernegara secara modern inilah yang telah meruntuhkan semua kerajaan besar di nusantara.
Negara kerajaan di dunia juga kemudian memisahkan pimpinan pemerintahan dan pimpinan negaranya yakni raja sebagaimana Inggris dan beberapa negara lainnya yang tersisa sebagai bentuk negara kerajaan terbesar di dunia.
Lantas apa perbedaan yang paling mendasar antara sistem kerajaan dengan sistem demokrasi?
Jawabnya adalah dalam sistem demokrasi yang menjadi raja adalah rakyat, sementara dalam sistem kerajaan sudah jelas raja dan keluarganya.
Sistem kerajaan sudah pasti melahirkan perbudakan, karena kekuasaan para raja dan keluarganya absolut atas rakyat yang dipimpinnya, karena itu sebagian besar negara kerajaan dimasa lalu melahirkan perbudakan.
Lalu, apakah didalam negara demokrasi masih terdapat perbudakan yang dapat dilihat secara nyata?
Jawabannya tentu prakteknya masih ada, tetapi hanya bisa dilakukan secara tersembunyi yang pada dasarnya melanggar hukum, yakni perdagangan manusia lintas negara dan di dalam kehidupan terselubung yang akhirnya terbongkar kepada publik dengan kekerasan yang dilakukan oleh majikannya yang akhirnya menjadi kriminal.
Namun pertanyaan berikutnya, apakah masih ada perbudakan yang tidak nyata dimana tidak bisa dilihat oleh mata kepala rakyat biasa?
Jawabnya tentu saja masih ada, dimana terdapat di negara berkonstitusi demokratis sementara pemimpinnya menggunakan kepemimpinan otoritarian yang pada dasarnya bertentangan dengan prinsip-prinsip hidup berdemokrasi.