Lihat ke Halaman Asli

Tarmidinsyah Abubakar

Direktur Konsultan Bisnis dan Politik

Ingin Masyarakat Aceh Bangkit? Gubernur Sudah Waktunya Warga Negara Mumpuni

Diperbarui: 14 Juli 2024   10:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixel

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar (Godfathers)
Sebagaimana kita saksikan bersama saat ini Aceh mengalami krisis kepemimpinan, kemudian masyarakat cenderung apatis, dalam teori ilmu politik kondisi sosial politik seperti ini digolongkan dalam "kondisi kebisuan spiral". Dimana para pimpinan politik dan pimpinan daerah semakin otoriter rakyatpun menjadi semakin besar berjumlah apatis baik karena kecewa maupun tidak paham hak-haknya. Suatu ketika spiral yang membesar semakin mengurung kekuasaan dan begitulah kecenderungan kekuasaan politik sejak manusia mengenal negara.

Dimana selama ini telah  terjadi rekondisi dimana kepemimpinan sosial yang otorotarian termasuk mengganti pejabat daerah tanpa kompromi, bahkan masyarakat hanya menyaksikan permainan dalam pemerintahan dan mereka terakhir menjadi diam.

Tapi perlu diingat masyarakat berdaulat akan dipertaruhkan pada kondisi terjadi kebisuan spiral dimaksud. Apakah masyarakat memenangkan pertaruhan atau pemimpin yang memelihara status sosialnya tersebut yang berjaya. Kalau masyarakat ingin mengambil alih kekuasaan maka mereka bersabar dan bersikap sebagai masyarakat yang melek politik. Kenapa? Semua mata akan melihat kecerdasan masyarakat suatu daerah dan mereka berkesadaran untuk memenangkan kedaulatan rakyat.

Hal ini disebabkan kepemimpinan selama ini dipandang dalam sistem otoritarian karena organisasi politik partai juga mengarah ke sistem pendidikan terpusat (sentralistik). Lihat saja keputusan tentang pengesahan calon gubernur, bupati dan walikota keputusannya di dewan pimpinan pusat partai politik.

Hal ini sebagai antitesa dalam kepemimpinan demokrasi sebagaimana konstitusi negara Indonesia yang sudah diamandemenkan dan membuka jalan kepada kepemimpinan demokrasi, begitu juga seharusnya kehidupan masyarakat daerah sudah seharusnya dipimpin dalam kepemimpinan demokratis.

Akibat budaya kepemimpinan otoriter maka organisasi masyarakat hanya menghasilkan para anak buah, rata-rata orang hanya bisa melihat mereka sebagai pemimpin atau politisi yang kuat adalah mereka yang mampu memelihara anak buah terbanyak. Masyarakat tidak mampu melihat kemampuan pemimpinnya dalam ilmu kepemimpinan dan tidak memandang kemampuan otak seseorang sebagai ukuran menjadi pemimpin pada masyarakat yang sudah maju dan berpengalaman berbangsa dan bernegara yang benar.  Ini suatu kondisi sosial yang sungguh memprihatinkan.

Bayangkanlah kompetisi apa yang dipertaruhkan pada masyarakat memilih pemimpin daerahnya. Tidakkah terbaca secara nyata bahwa realitasnya yang terjadi hanya adu banyak uang dan bisa memberi serta adu status sosial yang tidak ada ukurannya sama sekali. Berikutnya terjadi adu kebanyakan pendukung terutama tokoh masyarakatnya yang terlepas dari kepahaman mereka dalam ilmu politik maupun bernegara.

Sebagai warga masyarakat tentu saja menimbulkan rasa curiga mendalam, apakah mereka yang wakil rakyat sudah disogok atau sebaliknya mereka memang tidak punya kemampuan dalam membangun narasi untuk membela hak-hak rakyat dalam bernegara? Biarlah ini menjadi simpanan dalam hati karena ada masanya hal ini akan terjawab dengan sendirinya pada waktunya.

Berbicara tentang kriteria kepemimpinan Aceh dalam hal ini Gubernur Aceh untuk masa yang akan datang banyak mendapat analisa dari berbagai lapisan masyarakat Aceh sesuai dengan tingkat pemikirannya masing-masing.

Namun kita sayangkan analisa oleh segenap lapisan masyarakat baik di media sosial, di grub-grub sosial juga masih dapat digolongkan dalam suatu analisa yang berbau sentimen yang masih jauh dari obyektifitas dan realita politik itu sendiri.

Dari analisa yang sempat muncul dikelompok sosial secara rata-rata berkisar antara kriteria kepemimpinan umum dalam perspektif Islam. Seperti kita ketahui bersama bahwa kriteria tersebut terfokus pada tabliq, amanah, fatanah dan seterusnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline