Lihat ke Halaman Asli

Zahra

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebut saja dengan Zahra. Gadis belia 15 tahun. Anak tunggal dari pasangan ayah bernama Ayyub dan Ibu bernama Sahd. Zahra terlahir dengan pembawaan yang berbeda dengan gadis-gadis seusianya yang melalui hari-harinya dengan kesenangan yang cenderung nyaris dari kategori manfaat. Namun, Kesenangan Zahra melalui 18 jam dari 24 jam dalam sehari dengan aktifitas membaca, menghafal, memahami, dan menulis. Sesekali membantu sang Ibu menyelesaikan pekerjaan rumah.

Sebuah kesenangan yang tidak biasa dan jarang terjadi pada gadis seusianya. Bagi Zahra aktifitasnya itu sebagai pembunuh bosan dan malas yang juga tidak jarang menyapanya. Bacaannya pun bukan bacaan yang biasa digandrungi banyak orang. Seperti bacaan ringan, novel, majalah atau bacaan masa kini yang sangat banyak menjadi incaran dan prioritas bagi sebagian gadis seusianya.

Bahan baca Zahra adalah sebuah buku yang oleh mayoritas orang sengaja ditinggalkannya. Sengaja dibiarkan tak terbaca, tak terpahami dan tak teramalkan isinya. Hanya satu bahan bacaan kesayangan bagi Zahra. Al-Qur'an. Sebuah buku suci yang tiada bosan ia berupaya sengaja menggandrunginya, membacanya, memahaminya, dan mengamalkannya. Bagi Zahra hanya Al-Qur'an penghibur hari-harinya. Tiada bacaan yang bergizi bagi kehidupannya kecuali Al-Qur'an.

Hari ke-4 Ramadhan.
Siang itu setelah mendiskusikan hasil aktifitas rutinnya dengan ayah dan ibunya. Zahra undur diri menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Untuk melanjutkan aktifitas rutin yang selalu memberikan hal-hal baru bagi kehidupannya. Aktifitas itu dia lakukan hanya jeda wudlu dan solat.

Menjelang buka puasa adalah kesempatan membantu Ibu, mempersiapkan keperluan buka puasa. Namun, pada hari itu tidak biasanya Zahra tidak terlihat turun dan membantu sang Ibu. "Mungkin bacaannya belum selesai!" kata Ibu dalam hati dan meneruskan pekerjaannya mempersiapkan masakan terbaiknya untuk buka puasa nanti.

Adzan Maghrib pun berkumandang. Ayah dan Ibu sudah siap di meja makan menghadap hidangan yang tersaji rapi di atasnya. Namun, Zahra belum juga terlihat batang hidungnya.

"Zahra, di mana, bu? tadi turun bantu Ibu tidak?" Tanya Ayah khawatir. Ibu hanya menggeleng dan menarik tangan Ayah untuk melihat keberadaan Zahra.

Pintu kamar Zahra tidak terkunci. Ibu dan Ayahnya langsung masuk dan memanggilnya, namun suara ceria Zahra tidak didapatinya. Ibu dan Ayah mendapati Zahra sujud di ruang khusus solatnya. Ditunggunya. Satu menit, lima menit, sepuluh menit, belum juga Zahra mengangkat badannya dari sujud.

"Zahra, zahra, zahra...." Sapa Ibu pelan sambil menyentuh tangannya. Tiba-tiba tubuh Zahra jatuh lemas, memberi tanda bahwa sujud itu adalah akhir dari kehidupannya.

Dengan menggigit jari Ibu berdiri, mundur selangkah dan berhambur ke dada Ayah.

"Bergembiralah, Ibu. Zahra telah bahagia. Zahra telah menemui kehidupannya dengan caranya yang cantik. Dalam keadaan puasa & sujud. Sebuah berpulang yang indah. Relakanlah!" Bisik Ayah menghibur Ibu dan dirinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline