"Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah". -Syafruddin Prawiranegara-
Manusia tak bisa memilih dari rahim siapa ia akan dilahirkan, atau di bumi bagian mana ia akan dilahirkan. Seperti sosok yang akan kita bicarakan ini Syafruddin Prawiranegara (Lahir 28 Februari 1911), ia ditakdirkan lahir dari rahim seorang ibu berasal dari sumatra, di Serang Banten yang dikenal tanah para ulama dan jawara itu. Bisa jadi kelahirannya di tanah Banten ini untuk menginspirasi pemuda-pemuda asal Banten yang sedang mengeja tulisan sederhana ini.
Ayahnya adalah seorang Bangsawan banten Bernama Raden Arsyad Prawiraatmadja. Seorang Jaksa pada era penjajahan Belanda. Ia dibuang karena kedekatannya dengan rakyat. Kenyataan yang dihadapi Ayahnya tersebut membuat "si Kuding" mulai belajar mengeja aksara perlawanan terhadap kolonialisme. Kenikmatan hidup sebagai bangsawan tidak membuat hati nuraninya mati, justru ia dapat meraba kepedihan yang dirasakan rakyat jelata akibat Penjajah Belanda.
Mungkin Sedikit pemuda Banten yang menghayati kiprah perjuangan "Si Kuding", nama kecil Syafruddin Prawiranegara. Sejarah sendiri mengenangnya dari dua sisi, sisi nasionalis sejati dan pemberontak PRRI. Membuat bangsa ini perlahan melupakan ingatan kolektifnya tentang Sang presiden PDRI (Pemerintahan Darurat Indonesia) ini.
Sebagai putra dari seorang bangsawan ia mendapatkan kemewahan dalam mengenyam pendidikan. dikutip dari wikipedia.id
Syafrudin menempuh pendidikan di sekolah-sekolah belanda yaitu ELS (setingkat SD) dan MULO (Setingkat SMP) dan AMS (Setingkat SMA), kemudian pendidikan tingginya di RechtesHoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta (sekarang Fakultas Hukum UI) berkat kerjakerasnya dalam belajar ia berhasil meraih gelar Master Hukum.
Bekal pendidikannya itulah yang membuatnya dipercaya untuk bekerja pada departemen keuangan pemerintahan kolonial Belanda maupun jepang. Kelak pengalaman tersebut bermanfaat untuk merawat dan mengelola keuangan Republik Indonesia sebuah negara merdeka yang masih belia.
Kedekatannya dengan tokoh-tokoh pergerakan, terutama tokoh-tokoh pergerakan Islam M. Natsir. Membuat darah Ulama, Jawara dan pejuang kembali mendidih. Syafruddin Muda memilih jalan juang sebagai Ilmuwan, ideolog dan pemikir. Ia suarakan perjuangannya lewat kata-kata dan tulisan. Ide tentang Indonesia dan kemerdekaan ia gaungkan lewat orasi dan tulisan-tulisannya.
Pasca proklamasi kemerdekaan, Syafruddin dipercaya turut serta menetapkan Garis-garis besar haluan negara GBHN, bersama Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang lain. GBHN inilah yang menjadi dasar perumusan Undang-undang republik indonesia. Keilmuan dan kecakapan Syafruddin membuat presiden soekarno mengangkatnya menjadi wakil mentri keuangan (1946) dan mentri kemakmuran (1947)
Momentum Sejarah hadir tatkala Belanda kembali hadir mengusik Ibu Pertiwi lewat agresi militernya. Eksistensi Republik Indonesia terancam, pemerintahan indonesia terdesak. puncaknya Ibukota ke-2 Republik indonesia Jogjakarta jatuh ketangan Belanda melalui Agresinya yang ke II .
Sebelum presiden Sukarno ditangkap dan dibuang Belanda ke Bangka pada 19 Februari 1948, Sukarno sempat rapat dan memberikan mandat kepada Syafruddin prawiranegara (Mentri kemakmuran) yang saat itu berada di bukittinggi sumatra, untuk mendirikan pemerintahan darurat Republik Indonesia.
Adanya pemerintahan darurat dengan presiden Syafruddin prawiranegara ini diharapkan eksistensi NKRI sebagai sebuah entitas didunia internasional masih diakui.
Secara De Fakto dan De Jure Syafruddin resmi menjadi pemegang kendali pemerintahan saat itu.
Pada tanggal 23 Desember 1948 Syafruddin Prawiranegara berpidato dengan lantang, menantang Belanda yg mengklaim Republik Indonesia telah bubar :
"... Belanda menyerang pada hari Minggu, hari yang biasa dipergunakan oleh kaum Nasrani untuk memuja Tuhan. Mereka menyerang pada saat tidak lama lagi akan merayakan hari Natal Isa AS, hari suci dan perdamaian bagi umat Nasrani. Justru karena itu semuanya, maka lebih-lebih perbuatan Belanda yang mengakui dirinya beragama Kristen, menunjukkan lebih jelas dan nyata sifat dan tabiat bangsa Belanda: Liciknya, curangnya, dan kejamnya.
Karena serangan tiba-tiba itu mereka telah berhasil menawan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, dan beberapa pembesar lain. Dengan demikian, mereka menduga menghadapi suatu keadaan negara republik Indonesia yang dapat disamakan dengan Belanda sendiri pada suatu saat negaranya diduduki Jerman dalam Perang Dunia II, ketika rakyatnya kehilangan akal, pemimpinnya putus asa dan negaranya tidak dapat ditolong lagi.
Tetapi kita membuktikan bahwa perhitungan Belanda itu sama sekali meleset. Belanda mengira bahwa dengan ditawannya pemimpin-pemimpin kita yang tertinggi, pemimpin-pemimpin lain akan putus asa. Negara RI tidak tergantung kepada Sukarno-Hatta, sekalipun kedua pemimpin itu sangat berharga bagi kita. Patah tumbuh hilang berganti.
Kepada seluruh Angkatan Perang Negara RI kami serukan: Bertempurlah, gempurlah Belanda di mana saja dan dengan apa saja mereka dapat dibasmi. Jangan letakkan senjata, menghentikan tembak-menembak kalau belum ada perintah dari pemerintah yang kami pimpin. Camkanlah hal ini untuk menghindarkan tipuan-tipuan musuh."