Proses importansi daging kerbau yang dilakukan oleh Perum Bulog sebagai instrumen stabilisator harga daging di pasaran jutru berbuah blunder. Alih-alih menekan harga daging sapi, harga daging kerbau justru makin mahal dalam beberapa bulan terakhir.
Kebijakan impor daging kerbau terbukti tidak efektif menekan harga di pasar, terutama saat Ramadan dan Lebaran. Impor daging kerbau ini justru menimbulkan kendala tersendiri sebab harganya di pasar justru terkerek naik mengikuti daging sapi. Padahal, sejak dibuka impornya beberapa tahun lalu, tujuan utama adanya daging kerbau untuk mengintervensi harga daging sapi.
Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengungkapkan, berdasarkan catatannya, harga daging kerbau beku sempat menembus Rp90 ribu per kg pada Ramadan dan Lebaran 2019.
Padahal idealnya harga daging kerbau kerbau diharapkan dapat bertengger di kisaran pada level Rp75 ribu per kg---Rp80 ribu per kg, guna mengendalikan harga daging sapi yang biasanya menembus Rp120 ribu per kg saat Ramadan dan Lebaran. Adapun berdasarkan data PIHPS, harga daging sapi sempat menembus Rp125 ribu per kg pada pekan pertama Juni 2019.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.96/2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen, harga daging segar untuk bagian yang paling mahal yakni paha belakang ditetapkan Rp105 ribu ton per kg.
"Selain itu, daging kerbau yang mayoritas diimpor dari India ini rawan penyakit mulut dan kaki. Mei lalu sempat ramai ada wabah di India, tetapi hingga saat ini belum ada penjelasan resmi dari pemerintah terkait dengan keamanan kesehatan komoditas itu," ujarnya.
Proses importasi daging kerbau Indonesia, pada tahun ini dilakukan oleh Perum Bulog Persero. Perusahaan pelat merah tersebut diberi kuota impor 100 ribu ton pada tahun ini.
Direktur Pengadaan Bulog Bachtiar mengatakan, tender yang dilakukan pada tahun ini mencapai 18 ribu ton, sedangkan stok sisa impor tahun lalu mencapai 10 ribu ton.