Lihat ke Halaman Asli

Dugaan Tindak Pidana, Kasus Pelecehan Seksual oleh Rektor Universitas Pancasila Naik ke Penyidikan

Diperbarui: 29 Juni 2024   20:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input Sumber : Kumparan.com

Kasus dugaan pelecehan seksual oleh rektor nonaktif Universitas Pancasila, ETH, yang telah naik ke tahap penyidikan menunjukkan perkembangan signifikan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana seksual di Indonesia. 

Berdasarkan informasi yang diperoleh, peningkatan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan dilakukan setelah penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana pelecehan seksual melalui gelar perkara. 

Hal ini sesuai dengan teori tindak pidana yang menyatakan bahwa penyelidikan bertujuan untuk menemukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana (actus reus) dan apakah pelaku memiliki niat jahat (mens rea) (Mallarangeng, 2023). Dalam kasus ini, hasil visum et repertum psikiatrikum korban yang diajukan oleh pelapor menjadi salah satu bukti penting yang mendukung adanya dugaan tindak pidana tersebut.

Korban, RZ dan DF, melaporkan dugaan pelecehan yang terjadi pada tahun 2023, dengan laporan resmi yang dibuat pada awal tahun 2024. Penanganan kasus yang melibatkan 14 saksi, termasuk korban dan terlapor, menunjukkan langkah serius dari kepolisian untuk mengumpulkan bukti yang diperlukan. 

Menurut teori hukum pidana, pengumpulan bukti dan pemeriksaan saksi adalah langkah esensial dalam membangun kasus yang kuat untuk mengidentifikasi pelaku dan memastikan bahwa proses hukum berjalan adil. 

Dalam konteks ini, pelibatan Unit Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (UPT P3A) menunjukkan upaya untuk memberikan dukungan psikologis dan hukum kepada korban, yang sejalan dengan prinsip restorative justice dalam menangani kasus kejahatan seksual.

Analisis tindak pidana dalam kasus ini juga bisa dilihat dari perspektif teori perlindungan hukum terhadap korban. Ketakutan DF yang menyebabkan pengunduran dirinya dan pemindahan RZ ke kampus pascasarjana menunjukkan dampak psikologis yang serius dari dugaan tindak pidana ini. 

Prinsip perlindungan korban dalam hukum pidana menekankan pentingnya memberikan keamanan dan keadilan bagi korban melalui proses hukum yang transparan dan efektif.

 Dengan naiknya status perkara ini ke tahap penyidikan, diharapkan bahwa keadilan bagi para korban dapat terwujud dan bahwa pelaku, jika terbukti bersalah, akan menerima hukuman yang setimpal sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Secara keseluruhan, perkembangan kasus ini tidak hanya mencerminkan upaya penegakan hukum yang tegas terhadap tindak pidana pelecehan seksual tetapi juga pentingnya sistem peradilan pidana yang responsif dan berkeadilan, yang memberikan perlindungan maksimal bagi korban dan memastikan bahwa pelaku dihukum sesuai dengan kejahatan yang dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline