Lihat ke Halaman Asli

Gemuruh Penegakan Hak Asasi Manusia Hanya Sebatas Formalitas

Diperbarui: 6 Mei 2016   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belakangan ini media massa gempar menyebarluaskan perihal tindak pelecehan seksual diberbagai daerah diIndonesia. Rata-rata korban dari pelecehan seksual tersebut adalah kaum hawa yang masih berada dibawah umur dan menempuh pendidikan dibangku sekolah. Pelecehan seksual merupakan salah satu tindak pelanggaran hak asasi manusia, dimana tindakan ini mengakibatkan korbannya menjadi kehilangan kehormatannya dan tidak jarang nyawanya pun juga ikut terenggut.

Hampir setiap pihak yang mendengar kabar itu prihatin terhadap apa yang menimpa korban, namun sebagian lagi justru menyalahkan korban. Ada yang mengatakan bahwa seharusnya si korban mengenakan pakaian yang sopan dan tertutup sehingga tidak memancing gairah pelaku seksual untuk memaksa korban memuaskan hawa nafsunya. Namun sebetulnya pendapat sedemikian adalah suatu pendapat yang tidak bisa dibenarkan, apabila seseorang telah berpondasika akhlak dan budi yang baik maka sudah seharusnya ia dapat menahan hawa nafsunya tersebut. Lagipula kasus pelecehan seksual yang terjadi belakangan ini setelah diselidiki ternyata sebagian besar korbannya tidak mengenakan pakaian yang memperlihat auratnya, melainkan justru mengenakan pakaian yang rapi dan tertutup, bahkan seragam sekolah.

Namun lagi-lagi tindakan orang-orang tidak bertanggung jawab yang tidak bisa mengontrol hawa nafsunya, menyebabkan korban-korban yang tidak bersalah itu menjadi kehilangan harga dirinya. Bagaimana bisa Indonesia yang dulunya disebut-sebut sebagai negara berbudaya dan menjunjung tinggi moral sekarang menjadi negara yang dipenuhi oleh iblis-iblis bertopengkan manusia keji itu ? Rentetan keprihatinan dan air mata telah menjadi atmosfer bagi khalayak yang mengetahui berita tersebut, namun tidak banyak yang melakukan tindakan nyata. Mereka hanya diam, berargumen dengan batin mereka masing-masing, menceritakan kisah pilu kepada individu lain yang mereka temui.

Apakah aksi diam dari mereka itu dapat mengubah kenyataan yang terjadi bahwa kasus pelecehan seksual semakin merajalela ? Dan apakah aksi diam itu dapat mengurangi probabilitas terjadinya pelecehan seksual ? Tidak. Diam tidak menyelesaikan masalah, kita perlu orang-orang yang berani untuk bertindak langsung, yang berani mengungkapkan aspirasi mereka, baik melalui media sosial maupun media cetak. Jangan sampai apa yang disebarluaskan oleh media massa mengenai pelanggaran HAM ini lama kelamaan hanya sebatas menjadi formalitas belaka, hanya untuk menginformasikan kepada khalayak tentang suatu insiden tanpa memberikan hasil dan jalan keluar dari permasalahan.

Ini tentang kiprah nyata, bukan aksi diam dan formalitas semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline