Oleh : Kayetanus Kolo, S.Ag ( Guru Pada SMPK Sta.Theresia Kupang)
Kalau ingin berguru arti sebuah penantian, tanyakan pada ibu Tiwi yang menanti dengan cemas kelahiran putra pertamanya. Kalau ingin belajar soal sakit hati, belajarlah pada Risti yang diputus pacarnya setelah 3 tahun berpacaran. Kalau ingin belajar apa itu kesabaran, belajarlah pada ibu Lia yang suaminya pergi sore pulang pagi. Kalau ingin belajar apa itu terlambat, belajarlah pada penumpang pesawat yang tiba di bandara dan pesawat itu baru terbang 1 menit.
Kalau mau belajar apa itu pengorbanan, belajarlah pada Yesus Sang Guru Ilahi yang mencintai sampai terluka bahkan mencintai sampai tetesan darah terakhir di palang penghinaan. Lewat Yesus yang saya Imani sebagai Tuhan dan Guru, saya belajar memberi diri meski pemberian saya itu tak sebanding dengan pengorbanan-Nya.
Memang ! kalau ingin padi segudang, jalan satu- satunya adalah menguburkan 100 KG padi ke tanah. Kalau menginginkan lezatnya buah advokad, maka satu buah advokad ditanganmu harus ditanam. Yesus menyadari pentingnya pengosongan diri, pentingnya merelekan diri dalam makam untuk menghasilkan buah melimpah.
Buah lezat nan menggiurkan yang diambil si Adam mestinya dikembalikan ke posisinya. Dinamika pengembalian ke posisi awal tidak semudah membalikan telapak tangan.
Perjalanan menghantar kembali buah yang dipetik tanpa sepengetahuan sang Empunya melalui perjalanan berliku nan terjal disertai tetesan darah dan taruhannya adalah nyawa.
Sekali lagi, bergurulah pada yang mengalami, jangan berguru pada yang mengatakan. Yesus yang kita Imani bukan hanya mengatakan tapi merasakan pedihnya arti sebuah pengorbanan.
Memaknai Jumat, Agung !
Mencintai Sampai Terluka (Makan Bersama)
Kami 10 bersaudara, 6 perempuan dan 4 laki-laki. Keluarga saya sangat sederhana, bersama kedua orangtua kami tumbuh dan berkembang dalam satu gubuk sederhana (Rumah bulat beratapkan ilalang). Justru dari dari rumah bulat sederhana itu kami tumbuh dan berkembang dalam cinta. Karena rumah kami sangat sederhana tidak ada meja makan.
Saya masih ingat ! Saat makan bersama kakak sulung atau mama membagi dipiring kami masing-masing, maka dipastikan adil. Saat ada daging, buah-buah, dirumah oleh mama disediakan piring