Lihat ke Halaman Asli

"Membebaskan" Raka (1)

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pertama melihatnya di sebuah desa perbatasan TNLL, disuatu hari pada bulan Juni tahun 2002, sekitar pukul 14 lewat banyak menit, terlihat tangguh dengan pandangan tajam dan awas.
Aku langsung jatuh cinta.

Perhatianku tidak bisa teralih dari sosoknya, hebat sekali kalo aku bisa memilikinya.
Untuk diriku sendiri. Egois memang...

Aku mengagumi elang sulawesi (Spizaetus lanceolatus) sejak duduk dbangku SD, mengagumi sosoknya dari gambar-gambar dibuku perpustakaan sekolah. Bekerja di kawasan konservasi, baru kali ini aku melihat langsung dari dekat sosok elang sulawesi ini. Biasanya paling dari kejauhan saat sang elang soaring. Hanya titik hitam di angkasa di sertai lengkingan khas yang tidak aku mengerti.
Sosok pemburu ini dibandingkan dengan Kakaktua Jambul Kuning hadiah Pap’ sewaktu kecil (yang kemudian terbang bebas karena tidak di ikat kakinya, kami, adikku dan aku- tangisi sampai mogok makan, mogok mandi, mogok semua-muanya)...waaa....si Jambul Kuning gak ada apa-apanya...

Pikirku, elang ini tidak pantas berada di situ, mestinya dia terbang bebas, menjelajah langit...aaahhh...benar, laporan yang aku baca beberapa waktu sebelumnya menyebutkan nasib elang sulawesi setali tiga uang dengan elang jawa yang sudah kehilangan sebagian besar wilayah jelajahnya karena hutan habis ditebangi.

Sepanjang pertemuan aku tak mampu mengalihkan mataku pada elang itu.
Baahhh...lama sekali pertemuan ini!

Elang itu sepertinya masih kecil, tampaknya sedikit lunglai, dan tidak sigap bergerak, mungkin karena kakinya di ikat tali rafia dan terpancang di pagar tanaman.

Brrrr...akhirnya selesai juga. Kembali pada elang itu. Ohhh....kotorannya berkapur, dia pasti sakit,
sakit apa aku gak ngerti. Yang jelas dia terlihat sakit dan lunglai.

Ya amplopppp! Kecil, sakit, dan terikat! Aku ingin membebaskannya dari tali rafia itu.
(aku jadi ingat jaman SD, anak kompleks seberang mengikat dan menyeret seekor burung gereja...kami meminta burung itu dia lepaskan tapi dia gak mau...adikku malah di dorong-dorong sampai terjatuh oleh nya, dan burung gereja kecil itu dibantingnya, mati terikat benang)

Aku ingin membawanya pulang. Adu argumentasi sudah pasti jadi menu kali ini bila aku mengajukan ide itu. Apalagi bila ide itu diajukan pada seseorang yang dengan keras kepala mengaplikasikan kode etik pencinta alam: tidak mengambil apapun selain gambar, tidak membunuh apapun selain waktu, tidak meninggalkan apapun selain jejak!

Tapi, aku juga punya batu di kepalaku. Aku menginginkan elang itu bebas dari rafia itu dan harus aku dapatkan. Harus! Adu argumentasi aku rasa membosankan, akhirnya ku menangkan dengan perjanjian aku boleh merawat elang itu sampai suatu saat dimana elang itu harus kembali ke habitatnya. Whatsoever, pokoknya sekarang bebaskan elang itu.

Masalah datang kemudian...
Pemilik elang itu (atau seseorang yang mengaku memilikinya) tidak mau melepaskan. Negosiasi berjalan alot. Menurutnya elang itu diambilnya dihutan tnll, jatuh dari pohon. Jatuh dari pohon???...artinya elang ini masih bayi dong ya, blum bisa terbang....terlalu!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline