Lihat ke Halaman Asli

TANTRY CARISSA

Mahasiswi Semester 3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Sekolah di Desa Pedalaman

Diperbarui: 23 Februari 2021   09:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak hanya sulit dijangkau, namun realita sekolah-sekolah di pedalaman boleh dikatan masih minim dari layaknya fasilitas yang mendukung bagi peserta didik dan jaraknya yang sulit dijangkau.Ya, realita sekolah-sekolah yang berada di Pedalaman tersebut lebih tepatnya berada di wilayah Desa Tomuan Holbung, Kec.Bandar Pasir Mandoge, Kab. Asahan sangat memilukan.

Desa Tomuan Holbung merupakan desa terpencil yang disekitarnya masih terdapat hutan,dimana masih banyak terdapat hewan buas dan tumbuh-tumbuhan langka. Desa tersebut terdiri dari X dusun dengan jumlah penduduk sedikit. Mata pencarian sehari-hari dari karet dan kelapa sawit,namun banyak kendala untuk mengeluarkan produksi dikarenakan kondisi jalan yang rusak, sehingga menghambat kelancaran transportasi. Fasilitas pendidikan hanya tingkat Sekolah Dasar, untuk SMP dan SMA di luar desa tersebut jaraknya 20 km.

Saya bangun jam 05.00 WIB, kemudian saya bergegas mandi kesungai bersama teman-teman setiap paginya. Saya kesungai membawa lampu senter dikarenakan tidak ada penerangan di sungai,saya kesungai berjalan kaki sejauh 300 meter, sesampainya di sungai udara sangat sejuk dan kondisi airnya masih alami (jernih), sehingga membuat saya semangat untuk mandi. Banyak di antara kami yang berebut pancuran dan berlomba cepat agar tidak terlambat pergi ke sekolah, akibat berebut sampai ada salah satu dari kami terpeleset hingga kakinya terluka. Yang lebih memilukan sampai di rumah listrik padam sehingga memakai lampu semprong untuk persiapan berangkat sekolah. Tepat pukul 05.45 kami menunggu truk di simpang dan menurut beberapa pendapat mengatakan bahwa “untuk sarapan pun tidak sempat jadi harus membawa bekal nasi setiap harinya”.

Alat transportasi yang digunakan adalah truk bermuatan besar yang dapat menampung banyak pelajar mulai dari SD, SMP dan SMA. Kondisi saat di truk para pelajar berdiri selama satu sampai dua jam agar sampai ke sekolah. Banyak kesulitan yang terjadi terutama saat hujan turun, sopir dengan sigapnya memasangkan tenda biru untuk melindungi para pelajar. Terkadang tenda yang di berikan bocor sehingga di dalam grobak penuh genangan air, yang berdampak buruk bagi pelajar seperti pakaian putih menjadi cokelat, sepatu tak lagi berwarna hitam dan para pelajar banyak yang sakit akibat kedinginan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline