Lihat ke Halaman Asli

Tantrini Andang

penulis cerpen dan buku fiksi

Misa Jumat Pertama yang Terakhir

Diperbarui: 3 Oktober 2020   09:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah sepuluh menit berlalu namun Ario masih memilih-milih kemeja yang digantung dalam lemari. Biasanya memang aku yang menyiapkan kemeja untuknya saat berencana untuk bepergian. Sepertinya kini ia kebingungan saat harus memilih sendiri kemejanya untuk misa jumat pertama sore ini.

"Yang biru muda itu paling cocok buatmu," bisikku pelan di telinganya. Ario seperti berpikir sebentar lalu tangannya  menyentuh kemeja biru yang kumaksud. Dielusnya kemeja berwarna lembut itu. Akhirnya ia pun memilih  kemeja biru itu sesuai saranku.

Aku tersenyum. Kali ini pilihannya pas sekali. Ario tampak lebih muda beberapa tahun saat mengenakan kemeja itu. Warna kulitnya yang terang terpadu serasi dengan warna  biru kemeja itu. Kemeja itu sebenarnya berpasangan dengan gaunku. Terakhir kali kami memakainya bersama-sama saat Natal tahun lalu.

Setelah mengenakan kemejanya,  lelaki pujaanku itu mulai menyisir rambutnya. Ada beberapa bagian yang terlihat berwarna abu-abu. Di usianya yang sudah lebih setengah abad, uban-uban mulai bermunculan di sana sini, menambah semarak warna rambutnya. Menurutku  ia tak terlihat tua. Justru ia terlihat makin berkharisma dalam kematangan usianya. Ah, barangkali karena ia suamiku, jadi aku selalu bangga dengan apa pun keadaannya.

Setelah meyakinkan penampilannya di depan cermin, kini ia  siap untuk berangkat ke gereja. Jam menunjuk pukul empat lebih lima belas menit. Suamiku selalu hadir ke gereja setengah jam sebelum misa dimulai. Ia masih punya waktu sekitar lima belas menit untuk bersiap diri.

Ario melangkah keluar kamar lalu menuju ke ruang tengah. Di sana Resti, putri tunggal kami  sedang duduk membaca buku. Ario mengerutkan keningnya melihat Resti masih mengenakan celana pendek.

"Kenapa kamu belum mandi  Res? Nanti kita telat. Kamu kan lama kalau dandan," kata Ario. Resti menurunkan buku yang dibacanya. Pandangannya menelusuri penampilan ayahnya dari atas ke bawah. Lalu ia mengerenyitkan alisnya heran.

"Ayah mau pergi kemana?"

"Ini kan jumat pertama, Res. Masak kamu lupa sih? Ayo sana bersiap. Waktumu hanya lima belas menit." Ario mengingatkan lagi. Resti menghela napas panjang. Raut wajahnya tampak bosan dan sebal.

"Ayah mau berangkat misa jumat pertama?" tanyanya dengan nada tak percaya. Seolah ia melihat ayahnya sedang bersiap untuk menghadiri pertemuan ibu-ibu PKK.

"Iya dong Res. Kamu ini gimana sih. Kita nggak  pernah melewatkan misa itu kan? Ayo lekas siap-siap!" Ario meraih buku  yang dipegang Resti lalu  meletakkannya ke atas meja. "Bacanya dilanjut nanti saja," sambungnya lagi. Resti mengerucutkan mulutnya. Ia  mengambil lagi bukunya itu dari atas meja lalu  mendekapnya ke dadanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline