Lihat ke Halaman Asli

Tanti Rizkian Sari

Curious Person

Pancasila Vs Blackhole

Diperbarui: 11 Juli 2017   12:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gotong royong merupakan salah satu bentuk pengamalan Pancasila, terutama Sila Persatuan Indonesia. Dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama di antara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompk agama. 

Oleh karena itu perbedaan adalah merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesis yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama, salah satu contohnya adalah gotong royong.

Dan kita seharusnya melestarikan budaya gotong royong tersebut sebagai wujud pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.Sudah merupakan sifat bangsa Indonesia untuk bekerjasama secara gotong royong. Kalau di pedesaan Jawa bentuk gotong royong itu disebut gugur gunung. Di Palembang disebut sikoruban, di Minahasa dinamai Mapalus, dan di Bali ada sistem kerja sama yang maju dan terorganisir secara baik. Sistem itu dinamai Subak yang berfungsi untuk perairan sawah demi kepentingan bersama.

Dalam rangka persatuan Indonesia, pentingnya pembangunan budaya dan bangsa dalam mempertahankan persatuan Indonesia. Pembangunan bangsa merupakan masalah budaya karena proses itu mencakup perubahan nilai dan identifikasi diri sebagai bangsa. Masalah ini menjadi penting pada zaman sekarang karena masalah pluralisme. Kemajemukan etnis, bahasa, dan agama saja sudah menimbulkan masalah. Apalagi sekarang kemajemukan itu ditambah dengan perkembangan diferensiasi sosial budaya yang semakin luas, stratifikasi sosial yang semakin banyak serta menjamurnya efek globalisasi.

Pada saat ini kita dapat rasakan bahwa nilai dari sila Pancasila tersebut melemah secara signifikan karena sudah sedikit sekali rakyat Indonesia yang menerapkannya.

Dampak lainnya dari globalisasi terhadap sila ketiga dan hubungannya dengan gotong royong:Masuknya nilai budaya luar akan menghilangkan nilai-nilai tradisi suatu bangsa dan identitas suatu bangsa, seperti gotong royong yang hampir punah dan jarang diterapkan lagi karena masyarakat cenderung lebih fokus terhadap pekerjaan masing-masing. Kemudia terjadinya dehumanisasi, yaitu derajad manusia nantinya tidak dihargai, lebih banyak menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi. Inilah salah satu faktor melemahnya jiwa bergotong royong pada masyarakat. Masyarakat lebih terpaku dan bergantung kepada teknologi-teknologi tinggi sehingga malas untuk bekerjasama.

Kepada penghuni bangsa Indonesia,jangan jadikan globalisasi sebagai "blackhole" yang menyedot elemen-elemen dari suatu sistem. Elemen yang dimaksud adalah budaya gotong royong yang telah mendarah daging bagi kehidupan suatu sistem, yakni tanah air Indonesia. Tidak ada salahnya kita masih memegah teguh budaya gotong royong. Bukankah jika kita lakukan bersama, apapun kegiatan, halangan, tantangan dapat terselesaikan dengan mudahnya?

Gotong royong tidak akan membuatmu menjadi kolot!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline